JAKARTA (RP) - Pertemuan pimpinan-pimpinan negara APEC bakal segera digelar di Bali pekan depan. Sebagai tuan rumah, pemerintah Indonesia memiliki sejumlah agenda yang telah dipersiapkan.
Salah satunya meningkatkan volume perdagangan ke negara-negara APEC. Harapannya, defisit neraca perdagangan dengan negara APEC yang mencapai 7 miliar dolar AS dapat ditekan.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menyebutkan APEC merupakan kawasan yang sangat penting bagi Indonesia. Tahun lalu ekspor Indonesia ke-21 anggota APEC mencapai 139,9 miliar dolar AS atau sekitar 69,8 persen dari total ekspor Indonesia.
Dari nilai itu, kontribusi ekspor terbesar diperoleh dari sektor non migas yakni 103 miliar dolar AS.
Komoditas utamanya yaitu karet dan minyak kelapa sawit. Sedangkan di sektor migas Indonesia mengekspor gas alam, batu bara, dan crude oil.
Namun meskipun ekspor cukup besar, lanjut bayu, yang masih harus dicermati saat ini yaitu Indonesia masih defisit 7 miliar dolar AS.
‘’Pada pertemuan KTT APEC nanti kami akan membawa kepentingan Indonesia khususnya dalam menggenjot ekspor,’’ katanya saat ditemui di kantornya kemarin.
Bayu menjelaskan negara-negara APEC merupakan pasar yang potensial dan populasinya 40 persen dari populasi dunia atau sekitar 2,8 miliar penduduk.
Sedangkan perputaran perdagangan dan investasi dari dan ke APEC mencapai 45 persen dari total perdagangan dunia. Dari potensi itu pihaknya berharap dapat terus meningkatkan perdagangan.
Dia mengungkapkan itu jauh lebih mudah ketimbang harus menjajaki pasar baru. Dia menjelaskan, produk Indonesia sudah dikenal di negara-negara APEC.
Itu sangat memudahkan pengusaha yang ingin mengekspor produknya. Sedangkan jika membuka pasar baru, menurutnya masih banyak penyesuaian dan pertimbangan yang harus dilakukan.
‘’APEC ini sangat bermanfaat. Semua negara anggotanya pasti menerima manfaatnya. Tapi ada catatan, karena manfaatnya merata, negara-negara besar tumbuh dan negara-negara kecil tumbuh, jadi masih ada kesenjangan yang sangat dirasakan antar anggota APEC. Ini yang selama ini masih menjadi perhatian,’’ terangnya.
Selain itu masih banyak tantangan yang harus dihadapi oleh negara-negara APEC. Misalkan saja mengenai infrastruktur yang menunjang perdagangan.
Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, rata-rata biaya proses ekspor dan impor negara-negara APEC pada 2008 lalu mencapai 878 dolar AS per kontainer dan saat ini sudah mencapai 910 dolar AS per kontainer.
Semakin mahalnya biaya tersebut menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur lebih lambat ketimbang pertumbuhan perdagangan. Tantangan itu harus bisa diselesaikan oleh negara-negara anggota APEC.
Selain agenda itu, masih banyak agenda lain yang bakal dibicarakan oleh pemerintah Indonesia. Misalkan saja mempromosikan jamu tradisional.
Di situ tidak hanya Indonesia yang akan memperjuangkan, tapi ada Korea, Thailand, Malaysia, dan Cina.
Pihaknya ingin agar jamu atau tanaman herbal diakui oleh negara anggota APEC sebagai salah satu alternatif selain pengobatan dari ilmu kedokteran. ‘’Tapi ini merupakan perjuangan yang panjang,’’ ucapnya.(uma/fas)