JAKARTA (RP) - IHSG kemarin (27/8) kembali terpuruk. IHSG pun ditutup di bawah level 4.000, setelah sepanjang perdagangan hari ini berada di zona merah. IHSG melorot 159,8 poin atau 3,7 persen ke posisi 3.967,84. Sebanyak 278 saham turun, 33 saham naik, dan 37 saham tidak berubah. Volume perdagangan mencapai 5,626 miliar saham, dengan nilai Rp 5,625 triliun.
Saham-saham yang menjadi pemberat indeks antara lain BMRI melorot 6,34 persen, TLKM turun 5,16 persen, SMGR terkoreksi 5,12 persen, dan ASII melemah 6,19 persen.
Konsolidasi data BEI per 27 Agustus 2013, kapitalisasi pasar pasar modal Indonesia tercatat hanya sebesar Rp 3.902 triliun. Kinerja 479 saham emiten atau perusahaan publik nasional, pun merosot paling tajam di antara indeks acuan dunia lainnya sejak awal tahun (year to date/ytd).
IHSG yang terjerembab sebesar 8,08 persen, diikuti indeks Sensex India yang jatuh 7,43 persen. Kemudian indeks Shanghai Tiongkok dan SET Thailand yang masing-masing terkoreksi 7,30 persen dan 7,04 persen.
Melihat kondisi tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kemarin (27/8) langsung mengeluarkan paket kebijakan. Berbentuk Surat Edaran OJK nomor 1/2013, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida menyatakan kondisi pasar modal saat ini telah berfluktuasi secara signifikan. "IHSG sejak 20 Mei 2013 hingga 27 Agustus telah turun 1.274,13 poin, atau 23,91 persen. Kami menetapkannya sebagai kondisi lain yang artinya kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan," ungkapnya.
Lantaran itu, berdasarkan peraturan OJK (POJK) nomor 2 tahun 2013, OJK mempersilakan emiten untuk melakukan buyback atau pembelian saham kembali tanpa persetujuan RUPS. Buyback ini akan sangat bermanfaat bagi emiten yang sahamnya anjlok drastis akibat tekanan regional maupun domestik, pada perdagangan saham selama tiga bulan terakhir ini.
Chief Investment Officer Director CIMB Principal Asset Management Fajar Hidajat mengakui, saham-saham emiten yang berada pada jajaran kapitalisasi kecil (small caps) terus tergerus dan berada pada level yang rendah. Misalnya SSIA yang masuk ke level 650 dari 1.200, dan LPKR dari 1.900 menjadi 900 dibandingkan awal tahun. "Begitu pula yang blue chips seperti BMRI turun dari 9.000 ke 7.000. Jika blue chips turun, recovery-nya akan cepat, dan ini artinya IHSG telah mendekati bottom," ungkapnya.
Fajar menyatakan, IHSG yang berada di bawah posisi 4.000 poin sudah merupakan dampak sentimen psikologis karena likuiditas, bukan perkara fundamental lagi. "Sehingga kita tinggal menunggu kapan inflasi mencapai puncaknya. Dan setelah itu, kita akan lihat apakah yield obligasi akan turun. Jika market masuk level bottom, IHSG hanya butuh enam bulan untuk recovery ke posisi awal, dihitung dari Mei yang sudah bearish," terangnya.
Sementara itu, pemerintah terus menggunakan cadangan devisa agar nilai rupiah tidak jatuh terhadap dollar AS. Cadangan devisa Indonesia pun terkuras hingga menyentuh level terendah yakni USD 92,7 miliar per Juli 2013. Namun, pemerintah menyatakan cadangan devisa masih dalam tahap aman.
Menurut Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah, cadangan devisa Indonesia masih cukup aman dibandingkan akhir tahun 2008 lalu. "Waktu itu (2008) cadangan devisa kita mencapai USD 54. Saat ini kan masih USD 92, jadi jumlahnya masih jauh lebih besar dari tahun 2008 lalu,"jelas Firmanzah di Jakarta, kemarin (27/8). (owi/gal/ken/kim)