KASUS RASUAH PON RIAU

Eka dan Rahmat Minta Hakim Ringankan Hukuman

Ekonomi-Bisnis | Selasa, 28 Agustus 2012 - 08:34 WIB

PEKANBARU (RP) - Terdakwa dugaan suap revisi Perda Nomor: 6/2010, Kasi Pengembangan Sarana dan Prasarana Dipora Riau Eka Dharma Putra dan Manager Keuangan PT Pembangunan Perumahan Rahmat Syahputra, meminta kepada majelis hakim untuk meringankan hukuman mereka.

Permintaan kedua terdakwa bersama penasehat hukumnya disampaikan di hadapan majelis hakim dan penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (27/8).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Rahmat yang diberikan kesempatan untuk menyampaikan pembelaan terlebih dahulu menyampaikan keberatan dengan tuntutan tiga tahun enam bulan penjara dan denda Rp100 juta atas dirinya.

‘’Saya merasa tuntutan JPU sangat berat karena tidak mencerminkan fakta persidangan dan tidak mencerminkan rasa keadilan karena fakta bahwa saya tidak mendapat materi berupa apapun dari kejadian yang menimpa saya,’’ kata Rahmat.

Rahmat juga menyampaikan bahwa tuntutan memberi sesuatu kepada Faisal Azwan yang tidak dikenalnya bukanlah kuasanya. Rahmat tidak mampu menolak memberikan tas beserta isinya kepada Faisal Azwan, itu bukan keinginannya namun karena dihubungi Eka dan atas ajakan melalui telepon oleh atasannya yaitu Satria Hendri.

Ia juga mengungkapkan pemberian Rp900 juta untuk mengesahkan Perda bukan keinginannya, bahkan KSO tidak berkepentingan atas Perda tersebut. Rahmat juga mengatakan dia tidak mengenal para anggota DPRD Riau tersebut.

‘’Mengapa saya ditangkap, sementara sudah diketahui dari sadapan akan dilakukan penyerahan uang kepada para anggota DPRD Riau yang memeras dan memaksa kepada Eka, mengapa KPK tidak mencegah sebagaimana salah satu fungsi KPK,’’ kata Rahmat.

Sementara penasehat hukum Eka, Eva Nora SH menyatakan bahwa kliennya tidak sepenuhnya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana.

‘’Kami meminta agar majelis hakim menghukum terdakwa seringan-ringannya,’’ kata Eva Nora.

Eva juga meminta agar KPK mengembalikan beberapa barang bukti berupa dua unit BlackBerry, satu unit hard disk dan empat flasdisk serta satu laptop dan uang milik pribadi Eka senilai Rp74 juta yang dinilainya bukan menjadi barang bukti.

Selidiki Proyek Pengadaan

Di bagian lain, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi mengatakan saat ini penyelidik KPK tengah melakukan penyelidikan terhadap proses pengadaan proyek PON XVIII Riau yang sudah menelan anggaran triliunan rupiah sejak tahun 2006.

‘’KPK sudah lakukan penyelidikan terhadap proyek pengadaan PON. Pengembangan dari penyidikan dugaan suap revisi Perda,’’ ungkap Johan di gedung KPK, Senin (27/8).

Pihaknya tidak menjelaskan lebih detail soal kostruksi penyelidikan yang tengah dilakukan dalam proses pengadaan proyek PON tersebut. Terutama kaitannya dengan DPRD Riau dan Pemprov Riau dan pihak ketiga yang memenangkan tendernya.

Yang jelas menurut Johan, penyelidikan yang dilakukan oleh KPK  masih berkaitan dengan Perda Nomor: 6/2010 yang dugaan suapnya tengah diproses penyidikan, dan sudah ada yang di persidangan.

Artinya, kasus dugaan suap adalah pintu masuk bagi KPK untuk menguak praktik korupsi dalam persiapan iven nasional itu.

‘’Pengadaan proyek venue. Masih ada kaitannya sama perda Nomor: 6/2010 di Riau. Kan dugaan suapnya sudah penyidikan. Sekarang dikembangkan ke penyelidikan terkait dengan pembangunannya,’’ jelasnya.

Dia juga tidak menampik dalam penyelidikan pengadaan proyek PON ini sejumlah pihak sudah dimintai keterangan oleh penyelidik KPK. Namun dia berkilah tidak hapal nama-namanya. ‘’Sudah ada yang diperiksa. Di sini diperiksanya. Nanti saya cek,’’ jelasnya.(fat/rul/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook