JAKARTA (RIAUPOS.CO) - JUMLAH investor kripto di Indonesia terus meningkat hingga mencapai hampir 18 juta investor pada Oktober lalu. Angka itu terbilang pesat untuk instrumen investasi yang baru berumur kurang lebih 4 tahun. Aset kripto dikenal stabil dan memiliki ketahanan yang kuat di tengah faktor eksternal.
Chief Operating Officer (COO) Reku Jesse Choi menjelaskan bahwa teknologi kriptografi telah lama ada. Namun, perkembangannya semakin canggih dan kini dapat diaplikasikan untuk menciptakan sebuah sistem yang dikenal sebagai blockchain. ”Teknologi yang saat ini menjadi dasar dari hampir semua aset kripto yang ada,” ujarnya.
Menurut Choi, aset kripto seperti Bitcoin memiliki karakteristik-karakteristik mendasar yang sangat berbeda dibandingkan aset investasi tradisional. Aset kripto tidak terkait dengan pihak ketiga tertentu seperti negara atau perusahaan tertentu layaknya emas. Namun, karena sifatnya digital, aset kripto seperti Bitcoin dapat ditransaksikan secara cepat tanpa batasan wilayah.
”Tingkat risk atau return-nya mungkin dapat dibandingkan seperti saham perusahaan start-up yang mengembangkan teknologi baru. Mereka cenderung memiliki risiko kegagalan seperti dalam pengembangan produk, product market fit, dan sejenisnya. Namun, jika berhasil, nilai sahamnya bisa naik sangat signifikan,” papar Choi.
Dia menambahkan, meski merupakan investasi berisiko tinggi, aset kripto cocok untuk semua tipe investor. Mulai jangka pendek, menengah, hingga panjang. ”Hal ini tentu perlu disesuaikan dengan tujuan dan strategi investasi masing-masing individu,” urainya.
Untuk jangka pendek, lanjut Choi, volatilitas pasar kripto dapat dimanfaatkan investor untuk melakukan jual beli atau trading. Crypto traders bisa memanfaatkan kondisi untuk mengakumulasi keuntungan di tengah kenaikan harga. Pasar kripto yang beroperasi 24 jam juga disebut mendukung kegiatan trading.
Sementara, untuk jangka menengah hingga panjang, kata Choi, investor bisa berinvestasi aset kripto dengan melakukan dollar cost averaging (DCA) atau menabung rutin. Selain itu, fitur staking cocok untuk investor tipe ini. ”Fitur staking dilakukan dengan mengunci aset kripto di blockchain untuk mendapat passive income,” tegasnya.
Choi menyebutkan, diversifikasi pada aset kripto bisa menjadi salah satu cara yang efektif. Ada aset kripto yang diinvestasikan untuk jangka pendek dan ada yang diperuntukkan jangka panjang. ”Saya percaya kombinasi seperti ini juga diperlukan untuk instrumen investasi lainnya, kembali bergantung pada kondisi pasar dan tujuan finansial,” bebernya.
Kehadiran kripto di Indonesia juga telah mendapat perhatian dari pemerintah. Pada awal semester II 2023, Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) secara resmi meluncurkan bursa kripto pertama di Indonesia guna memberikan jaminan keamanan bagi pelaku aset kripto.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa pembentukan Bursa Berjangka Aset Kripto merupakan bukti pemerintah hadir dalam upaya menciptakan kepastian berusaha dan membangun ekosistem perdagangan aset kripto yang wajar dan adil.
Selain itu, hal tersebut dilakukan untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan bagi masyarakat sebagai pelanggan sehingga dapat bertransaksi dengan aman dan memberikan nilai dalam ekonomi dan perdagangan. ”Dengan adanya ekosistem yang lengkap, masyarakat merasa aman dalam berinvestasi sehingga industri perdagangan aset kripto memberikan manfaat bagi perekonomian nasional,” ujarnya.
Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko mengamini bahwa perdagangan aset kripto di Indonesia mengalami perkembangan yang luar biasa dalam lima tahun terakhir. Hingga tutup semester I 2023, tercatat jumlah pelanggan aset kripto mencapai 17,54 juta dengan rata-rata penambahan 490 ribu pelanggan per bulan. ”Hal ini menunjukkan minat masyarakat untuk berinvestasi aset kripto terus meningkat,” ujar Didid.(agf/c7/fal/jpg)
Laporan JPG, Jakarta