JAKARTA (RP) - Pemeriksaan Enam tersangka kasus korupsi proyek bioremediasi di lahan penambangan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Riau berujung pada penahanan.
Jajaran penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus), Rabu (26/9) menahan enam tersangka yang diperiksa sejak pukul 09.00 WIB.
‘’Kami tahan semuanya secara terpisah,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Adi Toegarisman, Rabu(26/9).
Para tersangka tersebut adalah empat orang karyawan Chevron dan Direktur PT Green Planet Indonesia Ricksy Prematuri dan Direktur PT Sumigita Jaya Herlan. Empat karyawan itu adalah Endah Rumbiyanti, Kukuh, Widodo, dan Bachtiar Abdul Fatah.
Kata Adi, Endah ditahan di Rutan Wanita Pondok Bambu sedangkan lima tersangka lainnya di Rutan Salemba cabang Kejagung.
“Penahanan akan berlangsung selama 20 hari ke depan terhitung per 26 September dan bisa diperpanjang bergantung pada perkembangan penyidikan,” katanya.
Sejatinya masih ada satu tersangka lagi karyawan Chevron. Yakni Alexiat Tirtawidjaja. Namun, Alexiat masih berada di California, Amerika Serikat, dan harus menunggui suaminya yang menderita kanker kronis.
Dia sudah mengirim surat ke JAM Pidsus bahwa dirinya tidak bisa hadir untuk pemeriksaan.
Jaksa asal Sumenep, Jawa Timur, itu menambahkan, para tersangka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi tentang penyalahgunaan wewenang dan upaya memperkaya diri sendiri.
Kasus itu dimulai sejak Maret dan sudah 90 orang saksi yang diperiksa. Kemarin (26/9) adalah untuk kali pertama mereka diperiksa sebagai tersangka. ‘’Ternyata langsung ditahan,” kata Adi.
Adi mengungkapkan, penyidik menahan tersangka untuk menghindarkan kemungkinan tersangka melarikan diri dan melenyapkan barang bukti.
Karena itu, kendati sebelumnya sudah dikenakan cegah dan tangkal dari bepergian ke luar negeri, penyidik masih merasa perlu untuk menahan mereka.
Di bagian lain, penahanan itu sangat disesalkan pihak Chevron. Vice President Policy Government and Public Affairs Yanto Sianipar yang ikut mendatangi Gedung Bundar JAM Pidsus mengatakan bahwa proyek bioremediasi alias normalisasi fungsi tanah pasca penambangan tidak menggunakan duit negara.
‘’Kami telah bekerja sama secara terbuka dan transparan selama menjalani pemeriksaan yang dilakukan oleh Kejagung. Tindakan penahanan terhadap para karyawan dan eksekutif yang telah menjalankan tugas sesuai dengan aturan perusahaan dan peraturan yang berlaku merupakan hal yang sangat memprihatinkan,” katanya.
Kata Yanto, program bioremediasi merupakan proyek manajemen lingkungan hidup yang sukses dan telah mendapat persetujuan pemerintah. Apalagi, proyek tersebut selalu dipantau pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
‘’Penyidikan yang saat ini dilakukan Kejagung bertentangan dengan Kontrak Bagi Hasil yang telah ditandatangani, yang menyatakan bahwa semua proyek yang dapat di-cost recovery-kan merupakan wewenang BP Migas dan lembaga audit negara,” katanya.
Hingga saat ini, kata dia, program bioremediasi telah meremediasi tanah untuk menghijaukan 60 hektar areal di Provinsi Riau. “Desain dan penggunaan teknologi bioremediasi telah dievaluasi dan mendapatkan persetujuan dari pihak yang berwenang,” katanya. (aga)