JAKARTA (RP) - Para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) harus siap-siap menyambut petugas pajak. Sebab, aturan pajak UKM akan mulai efektif berlaku pekan depan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Kismantoro Petrus mengatakan, payung hukum pemberlakuan pajak UKM sudah terbit dan akan segera berlaku. "Efektif (berlaku) mulai 1 Juli 2013," ujarnya Rabu (26/6).
Ketentuan pajak ini terdapat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Memang, aturan ini sama sekali tidak menyebutkan kata "UKM". Penyebutan "UKM" dilakukan untuk mempermudah sosialisasi saja.
Saat ini, beberapa pihak seperti Kementerian Koperasi dan UKM maupun perbankan memiliki penafsiran yang berbeda-beda atas definisi UKM. Karena itu, untuk kejelasan aturan ini, Ditjen Pajak membuat batasan pelaku UKM adalah usaha dengan nilai omzet hingga Rp 4,8 miliar per tahun.
Berapa besaran pajak yang akan dipungut? Kismantoro menyebut, pajak UKM akan dikenakan berdasar omzet, sehingga perhitungannya lebih mudah. Ini berbeda dengan pajak korporasi umum yang didasarkan pada laba.
Penyederhanaan penghitungan itu dilakukan karena kebanyakan pelaku UKM belum memiliki pembukuan usaha yang detail, mulai penerimaan, biaya produksi, maupun laba bersih. "Besaran pajaknya adalah 1 persen dari omzet," jelasnya.
Kismantoro menegaskan, aturan pajak ini tidak berlaku untuk pelaku usaha mikro. Definisi dari pelaku usaha mikro adalah wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap dan menggunakan tempat umum untuk berjualan.
Mudahnya, pelaku usaha yang tidak memiliki tempat usaha tetap, seperti pedagang keliling, penjual asongan, atau penjual makanan/barang yang menggunakan tenda di pinggir jalan, tidak kena aturan pajak UKM.
Bagaimana jika pelaku usaha yang memiliki tempat usaha tetap, tapi belum menjalankan usahanya selama 1 tahun, sehingga tidak mengetahui apakah omzetnya sampai Rp 4,8 miliar per tahun? Untuk kelompok ini, pajak akan tetap dipungut. "Besarannya 1 persen dari omzet bulanan," kata Kismantoro.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan mengatakan, pemberlakuan pajak UKM tidak semata-mata untuk meningkatkan penerimaan negara, namun juga untuk membantu UKM. Sebab, lanjut dia, pelaku UKM yang dipungut pajak, nantinya akan mendapat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
NPWP inilah yang selanjutnya bisa dimanfaatkan UKM untuk mengakses permodalan melalui kredit perbankan. "Dengan NPWP, UKM bisa mendapat kredit dari bank untuk mengembangkan usaha," jelasnya. (owi/sof)