CPI Tegaskan Proyek Bioremediasi Bukan Fiktif

Ekonomi-Bisnis | Jumat, 27 April 2012 - 09:06 WIB

PEKANBARU (RP) - General Manager Policy, Government Public Affairs (PGPA) PT CPI Usman Slamet kembali menegaskan proyek bioremediasi yang sedang ditangani Kejaksaan Agung bukanlah proyek fiktif. Hal ini dikatakannya saat mengunjungi redaksi Riau Pos, Kamis (26/4).

Usman menjelaskan, bioremediasi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang menggunakan mikroorganisma atau enzim-enzimnya untuk meremediasi limbah secara selamat.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Sebagai contoh bioremediasi dapat diterapkan untuk memfasilitasi proses penguraian minyak mentah dalam limbah oleh sejenis bakteri.

Sebagai hasilnya, bioremediasi menjadi teknik yang terbukti paling umum digunakan dalam industri minyak untuk meremediasi, secara selamat, tanah atau air yang mengandung minyak mentah.

‘’Bioremediasi aman digunakan karena proses ini menggunakan mikroba yang secara alamiah berada di dalam tanah,’’ ujarnya.

Mikroba ini, lanjutnya, hidup di air atau tanah dan memakan bahan-bahan kimia tertentu termasuk kandungan minyak yang ada di dalam tanah. Ketika mikroba ini memakan zat-zat kimia ini, zat-zat tersebut diubah menjadi air dan gas tidak berbahaya lainnya.

Mikroba-mikroba ini sangat membantu dan tidak berbahaya bagi manusia yang bekerja di lokasi tersebut atau tinggal di wilayah sekitarnya. ‘’Mikroba ini tidak membahayakan kita. Dalam proses bioremediasi, tidak ada zat kimia berbahaya yang digunakan,’’ jelasnya.

Zat makanan yang ditambahkan untuk membuat mikroba tumbuh merupakan pupuk yang umum digunakan di taman dan lahan kebun. Waktu yang diperlukan untuk proses bioremediasi bergantung pada sejumlah faktor yaitu jenis dan jumlah zat kimia yang sudah ada, jumlah limbah, jenis dan kondisi limbah, proses bioremediasi terjadi di permukaan atau di bawah tanah.

Faktor-faktor ini berbeda-beda dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Ia menjelaskan diperlukan beberapa bulan bahkan beberapa tahun untuk mikroba-mikroba tersebut menuntaskan keseluruhan proses. Bioremediasi dapat dilakukan secara in-situ atau ex-situ. Bioremediasi in-situ melibatkan proses pengelolaan limbah di lokasi limbah itu berada, sementara bioremediasi ex-situ melibatkan proses pemindahan limbah untuk diolah di tempat lain yang telah disediakan.

Bioremediasi di CPI

Proyek Bioremediasi CPI di Sumatera merupakan bagian dari komitmen perusahaan dalam melindungi lingkungan di semua wilayah operasi Chevron di Indonesia. Sebelum proyek bioremediasi ini dilaksanakan, CPI telah melakukan studi laboratorium sejak tahun 1994 dan menjalankan pengujian skala lapangan sejak tahun 1997.

‘’Penggunaan teknologi bioremediasi ex-situ di CPI dalam proyek ini telah dievaluasi dan disetujui oleh badan-badan pemerintah yang berwenang, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Badan Pemerintah Pengatur Pengelolaan Minyak dan Gas, BP Migas,’’ katanya.

Dalam siklusnya, pelaksanaan proyek bioremediasi telah melibatkan kerja sama dengan badan-badan pemerintah terkait. CPI telah bekerja sama dengan KLH dan BPMigas sejak pengurusan perizinan, persetujuan rencana kerja dan anggaran, sampai tahap pelaksanaan proyek.

Pelaporan hasil proyek pun dilakukan secara rutin ke badan-badan pemerintah tersebut. Proyek bioremediasi ini telah didilaksanakan oleh CPI sejak 2003. Sejak 2006, CPI telah menunjuk kontraktor pihak ketiga untuk membantu sebagai pelaksana proyek di lapangan. Kontraktor-kontraktor ini dipilih melalui proses tender yang terbuka, transparan dan bertanggung jawab sesuai dengan prosedur yang ditetapkan BPMigas.

Operasi CPI di Sumatera memperoleh peringkat Biru dalam program Proper dari Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2011 sebagai bukti kepatuhan terhadap standar pemerintah di bidang lingkungan. Proyek bioremediasi ini menjadi salah satu proyek penting yang mendukung keberhasilan CPI meraih proper peringkat Biru ini.

‘’Untuk operasional CPI, proyek bioremediasi ini ada sembilan lokasi yakni lima di Minas, 1 di Kotabatak dan tiga di operasi utara (Pematang Pudu, Mutiara dan Libo, red),’’ ungkapnya.

Di lokasi ini, lanjutnya, tidak ada pekerja yang bekerja karena proyek ini menggunakan mikroba, makanya mungkin Kejagung menyebutkan proyek ini fiktif. Sementara dua kontraktor yang disebutkan terlibat mereka bertugas membalik-balikkan tanah yang terkena minyak mentah hasil pengerjaan proyek sehingga limbah B3 yang ada di tanah terurai oleh mikroba.

Kejagung Berikan Kelonggaran pada Alexiat

Dalam pada itu, Penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan kelonggaran pada tersangka kasus korupsi proyek bioremediasi di PT Chevron , Alexiat Tirtawidjaja.

Kapuspenkum Kejagung,  Adi Toegarisman mengatakan, wanita yang kini bermukim di California, Amerika Serikat tersebut, baru akan diperiksa setelah suaminya sembuh dari sakit kanker.’’Pertimbangan utama aspek kemanusiaan, kita juga harus menghargai permintaan dia,’’ ujar Adi Toegarisman, Kamis (26/4) kemarin.

Adi menilai bahwa Alexiat kooperatif dan bersedia diperiksa penyidik. Tapi karena harus menunggu suaminya yang sakit berat di Amerika, sehingga tak bisa menentukan kapan tepatnya pemeriksaan. ‘’Jangka waktu menunggu bisa sampai enam bulan, atau lebih cepat dari itu,’’ ungkapnya.(hen/yud)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook