Densus 88 Salah Tangkap

Ekonomi-Bisnis | Rabu, 26 September 2012 - 07:09 WIB

SOLO (RP) - Operasi tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri di Solo, Jawa Tengah, menyisakan masalah.

Di balik kesuksesan membongkar jaringan teroris, pasukan elite polisi untuk melawan terorisme itu ternyata berbuat ceroboh.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Yakni, melakukan salah tangkap terhadap tiga warga saat operasi penggerebekan Sabtu lalu (22/9).

Salah seorang korban salah tangkap itu adalah Dul Rahman (20), warga Sudimoro RT 2/RW X, Paranggono, Grogol, Sukoharjo. Dua lainnya adalah Indra Vitriyanto Dwi Nugroho (30), penghuni rumah kos milik terduga teroris Chumaedi, dan Napam alias Nopeng (46), warga RT 2/RW XII Pajang, Laweyan.

Mereka sejatinya adalah warga biasa yang kebetulan berada di lokasi penggerebekan. Densus 88 tak memiliki cukup bukti untuk menangkap mereka.

JPNN melaporkan, Dul Rahman sempat ditahan selama delapan jam di Mapolresta Solo. Dia ditangkap karena dicurigai sebagai salah satu pelaku terorisme. Padahal, dia berada di lokasi penggerebekan untuk sebatas mengambil gambar guna keperluan majalah dinding.

‘’Mereka bilang kamu moto apa? Kamera saya diambil, handphone saya dicek, tetapi gak lihat gambar, malah lihat SMS saya. Saya disuruh buka jaket. Karena saya bawa baju koko, saya langsung ditangkap,’’ tutur Dul Rahman.  

Sementara itu, Indra sudah berada di rumahnya Senin malam (24/9). Begitu pula dengan Napam. Keduanya dipulangkan Senin siang. Bayu, tetangga Indra dan Napam, mengungkapkan, saat penangkapan Chumaedi, Napam baru saja pulang dari Bandung.

Dia pergi ke rumah Chumaedi untuk membayar kekurangan pembelian ayam. Namun, belum sempat keluar dari pekarangan rumah Chumaedi, Napam langsung disergap tim Densus 88.

‘’Dia tidak tahu apa-apa. Ke rumah Chumaedi untuk bayar kekurangan sewaktu membeli ayam sebesar Rp85.000. Setelah membayar, malah ditangkap,’’ tutur Bayu. Nah, sepulang dari pemeriksaan, Napam mendapat beberapa fasilitas. Antara lain, uang ganti rugi selama tiga hari diperiksa, beberapa pakaian, serta uang untuk membeli sandal. Kabarnya, Napam dibawa ke Jogjakarta untuk pemeriksaan selama tiga hari.

Kapolsek Laweyan Kompol Didik Priyo Sambodo membenarkan bahwa Napam dan Indra sudah dipulangkan. ‘’Mereka sudah keluar karena hanya dijadikan sebagai saksi,’’ katanya.

Di Jakarta, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar mengakui peristiwa salah tangkap tersebut. Meski begitu, penangkapan Indra dan Napam bukan salah prosedur.

‘’Petugas tidak mau mengambil risiko karena yang bersangkutan berada di rumah yang sama maka ikut diamankan,’’ katanya.

Menurut UU Terorisme, petugas memiliki 7x24 jam untuk melakukan pemeriksaan. ‘’Kita siap mempertanggungjawabkan jika memang ada pihak yang tidak menerima ini. Tentu ditempuh dengan prosedur hukum,’’ kata Boy.  

Saat ini penyidik mendalami keteribatan S, salah seorang istri terduga teroris yang juga diamankan. ‘’Belum pasti, apakah dia memiliki keterkaitan atau tidak. Kita tunggu,’’ kata Boy.

Pengejaran terhadap orang-orang dalam jaringan ini juga masih berlangsung. ‘’Masih ada beberapa nama yang dikejar,’’ kata Boy. Salah satunya adalah DPO lama Upik Lawanga yang hingga kini jejaknya tersebar dalam bom-bom yang ditemukan.

Terpisah, tenaga ahli Komisi III DPR Rakyan Adibrata SH menilai kasus salah tangkap ini membuktikan standar operasi Densus 88 bermasalah. ‘’Kalau SOP ditaati, tentu tidak mungkin salah tangkap. Target sudah diincar dulu,’’ katanya.

Dia meminta Densus 88 meminta maaf pada keluarga dan masyarakat. ‘’Stigma seseorang yang sudah ditangkap itu langsung hancur di masyarakat, dia akan dianggap sebagai teroris. Densus harus merehabilitasinya,’’ katanya.(tri/rdl/jpnn/ila)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook