JAKARTA (RP) - Setelah dihapus pada tahun 2009, penerapan biaya tambahan bahan bakar avtur (fuel surcharge) kembali disuarakan. Asosiasi Perusahaan Penerbangan Indonesia (Indonesia National Air Carrier Association/Inaca) menilai penerapan fuel surcharge sudah sewajarnya dilakukan.
Sekjen Inaca, Tengku Burhanuddin mengatakan penerapan fuel surcharge bertujuan menekan potensi pembengkakan biaya operasional maskapai menyusul kenaikan harga avtur dalam beberapa tahun terakhir dan pelemahan nilai tukar rupiah saat ini. ‘’Untuk menyiasati pembengkakan biaya operasional saat ini, yang paling efektif memang menerapkan fuel surcharge,’’ ujarnya Selasa (24/9).
Tengku menerangkan, harga avtur di bandara-bandara wilayah timur Indonesia saat ini mencapai Rp12.000 per liter, sementara di bandara Soekarno-Hatta harga avtur masih bertahan di kisaran Rp10.000 per liter. Otomatis, maskapai yang melayani penerbangan di wilayah timur biaya produksinya lebih besar. ‘’Dengan fuel surcharge maskapai bisa menetukan biaya tambahan yang sesuai,’’ lanjutnya.
Selain itu, maskapai juga terbebani dengan melemahnya nilai tukar rupiah atas dolar (kurs) akhir-akhir ini. Pasalnya, biaya sewa pesawat masih menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat sehingga maskapai harus mengeluarkan ongkos lebih besar daripada biasanya. ‘’Kalau menunggu revisi KM No 26 tahun 2010 paling cepat 3-6 bulan, itu akan sangat menyulitkan maskapai,’’ katanya.
Senior Manager Corporate Communication Sriwijaya Air, Agus Soedjono menyatakan pihaknya akan menerapkan ketentuan fuel surcharge jika Kementerian Perhubungan selaku regulator telah menyetujui kebijakan tersebut sebagai kompensasi fluktuasi harga avtur dan pelemahan rupiah. ‘’Dengan kondisi seperti ini, kebijakan fuel surcharge memang dibutuhkan Sriwijaya dan maskapai lain,’’ tegasnya.
Agus menambahkan, untuk besaran persentase fuel surcharge yang bakal diterapkan, pihaknya akan mengikuti penghitungan Inaca selaku asosiasi yang selanjutnya diserahkan ke Kemenhub. Dia mengakui, fluktuasi harga minyak dunia yang berimbas pada harga avtur dalam negeri berpengaruh terhadap ongkos operasional pesawat. ‘’Kalau yang pesawatnya tua pasti lebih boros konsumsi avturnya,’’ kata dia.
Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah bukan saja mempengaruhi biaya sewa pesawat namun juga akan membengkakkan biaya perawatan dan suku cadang pesawat. Pasalnya perawatan dan suku cadang pesawat yang masih harus diimpor dibayar menggunakan mata uang dolar. ‘’Menyulitkan memang, tapi ya kita tetap mengikuti Kemenhub kalau mau menerapkan fuel surcharge. Kita tunggu dulu Inaca mengajukan usulan,’’ jelasnya.(wir/fas)