Makanan Kadaluarsa Masih Banyak Beredar

Ekonomi-Bisnis | Kamis, 25 Juli 2013 - 09:14 WIB

JAKARTA (RP) - Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) terus meningkatkan pengawasan terhadap pangan selama Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Hingga 23 Juli 2013, sudah sebanyak 1.478 item produk tidak memenuhi ketentuan (TMK) yang berhasil ditemukan oleh seluruh balai besar/ balai POM di seluruh Indonesia. Sayangnya, sanksi tegas masih belum diberikan secara nyata.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Pada pelaksanaan intensifikasi pengawasan yang telah dilakukan BPOM selama Ramadan di seluruh Indonesia, BPOM berhasil menemukan 1.478 item atau sebanyak 138.910 kemasan produk pangan TMK.

Produk TMK tersebut terdiri dari 383 item (1.038 kemasan) pangan rusak, 667 item (11.188 kemasan) pangan kadaluarsa, 268 item (119.605 kemasan) pangan tanpa izin edar (TIE), dan 160 item (6.809 kemasan) pangan TMK label. Nilai keekonomisan dari seluruh barang tersebut diperkirakan mencapai Rp5.556.400.000.

Temuan pangan rusak dan kadaluarsa tersebut paling banyak ditemukan di Aceh, Kendari dan beberapa daerah luar pulau jawa yang dirasa jauh proses distribusinya.

Sedangkan untuk temuan pangan TIE, paling banyak ditemukan di Aceh, Batam, dan Jakarat yang merupakan pintu masuk produk-produk luar negeri.

Banyaknya pangan TMK yang tersebar, tidak lepas dari toko swalayan maupun penjual kaki lima yang menjajakkan makanan tersebut.

Sayangnya, masih belum benar-benar dilaksanakan sanksi tegas terhadap pelanggaran tersebut sesuai dengan yang telah ditetapkan pemerintah. Yakni, denda sebesar Rp4 milar dan pidana selama 2 tahun.

”Kami akan berikan sanksi kepada mereka yang melanggar,” ujar Roy Paringa Ketua Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM disela-ssela sidak pangan di toko swalayan daerah Harmoni, Jakarta Pusat, Rabu (24/7).

Akan tetapi, Roy tidak memperinci sanksi apa yang akan diberikan. Ia hanya mengungkapkan pihaknya akan memberikan sanksi administratif pada pihak toko atau penjual yang bersangkutan.

Ia menjelaskan, pihaknya lebih terfokus pada hulu atau produsen yang mengeluarkan tersebut ketimbang pihak toko swalayan yang menjual.

Padahal, yang secara langsung berhubungan dengan pembeli dalam hal ini adalah pihak penjual bukan produsen. ”Kami rasa produsen yang harus lebih diingatkan, kalau toko kan taunya hanya jual-jual saja. Jarang dari mereka yang tahu produsen dan sebagainya,” ungkapnya.(jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook