PEKANBARU (RP)- Mantan Bupati Pelalawan HT Azmun Jaafar SH yang kini menjadi terpidana korupsi di LP Cipinang, Jakarta hadir sebagai saksi di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (23/2).
Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan terpidana 11 tahun tersebut untuk diperiksa terkait dugaan korupsi sebesar Rp153 miliar dengan modus menerbitkan RKT enam perusahaan di Pelalawan dengan terdakwa Suhada Tasman yang pernah menjadi Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau.
Kehadiran Azmun dikawal oleh polisi berseragam dan berpakaian preman dari Polda Riau. Pengunjung sidang terlihat lebih banyak dari sidang-sidang biasanya. Terlihat beberapa peserta sidang yang tadinya memadati ruang sidang langsung bersalaman dengan Azmun setelah persidangan. Banyak peserta sidang merupakan keluarga Azmun yang datang dari luar kota Pekanbaru.
Sebelumnya, di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh I Bagus Dwiyantara SH MH, dan Penuntut Umum KPK yang diwakili Riyono SH, Azmun banyak menjawab lupa kepada majelis hakim tentang waktu mengeluarkan Izin Usaha Pemanfaatan hasil Hutan Kayu -Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) .
‘’Saya ini terpidana 11 tahun, dan sudah empat tahun saya berada di LP Cipinang. Jadi banyak yang sudah lupa kapan waktunya, yang jelas tahun 2003,’’ kata Azmun dengan nada tinggi. Sementara diketahui dari keterangan Azmun bahwa ada enam perusahaan yang dikeluarkan Izin Usaha Pemanfaatan hasil Hutan Kayu -Hutan Tanaman (IUPHHK-HT)-nya di Pelalawan, dan dialah yang mengeluarkan izin tersebut.
Perusahaan itu adalah PT Selaras Abadi Utama, PT Mitra Taninusa Sejati, PT Rimba Mutiara Permai, CV Putri Lindung Bulan, CV Tuah Negeri dan CV Bhakti Praja Mulia. Setelah izin dikeluarkan, baru direkomendasikan untuk penerbitan Rencana Kerja Tahunan (RKT) kepada Dinas Kehutanan Provinsi Riau yang saat itu dipimpin oleh Suhada Tasman.
‘’Izin RKT ditandatangani oleh Suhada Tasman,’’ kata Azmun.
Azmun juga menjelaskan bahwa dia menjabat Bupati Pelalawan sejak tahun 2001 sampai 2007, setelah wilayah tersebut dimekarkan tahun 1999. Saat itu Kabupaten Pelalawan seperti negeri tidak bertuan. Akhirnya muncul kebijakan untuk mengelola hutan sebenarnya tahun 2002. Namun Penuntut Umum KPK menduga ada tindak pidana korupsi yang terjadi dari penerbitan RKT tersebut karena perusahaan-perusahaan yang beroperasi merambah kayu alam.
‘’Waktu itu banyak ilegal logging, banyak pabrik kayu, banyak kanal-kanal. Muncul perambahan hutan di mana-mana. Untuk itu maka diputuskan untuk mengelola hutan,’’ kata Azmun.
Akhirnya setelah memeriksa Azmun, sidang ditutup oleh ketua majelis hakim karena tiga saksi lain yang dijadwalkan KPK untuk diperiksa pada sidang tersebut tidak hadir.
Usai sidang, Azmun dikerumuni oleh keluarga-keluarga yang sudah menanti untuk bersalaman. Peluk hangat dan senyum akrab terlihat di luar ruang sidang.
Sebagaimana diketahui bahwa Azmun sudah lama meninggalkan Pekanbaru. Hakim Mahkamah Agung memvonisnya 11 tahun pada tahun 2008 lalu.
Di pengadilan, Azmun didampingi oleh istrinya, Dian (51), putranya yang masih remaja, kakak perempuan Azmun serta beberapa kerabat lainnya.(rul)