Aturan Minerba Masih Ditolak

Ekonomi-Bisnis | Jumat, 24 Januari 2014 - 09:35 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Benang rumit pada hilirisasi industri pertambangan mineral dan batubara (minerba) Indonesia belum bisa terurai.

Hal tersebut ditunjukan pada protes keras pengusaha tambang terhadap kebijakan bea ekspor progresif oleh Kementerian Keuangan.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Dua raksasa pertambangan yakni PT Newmont dan Freeport pun turut mengeluarkan protes. Bahkan, perusahaan tersebut siap menempuh jalur hukum.

Senior Vice President Newmont untuk Indonesia Blake Rhodes mengatakan, pihaknya merasa kebijakan larangan ekspor mineral yang baru berlaku pada Januari 2017 tak berpengaruh.

Pasalnya, pihaknya memperkirakan bakal terbebani dari beberapa aturan pembatasan dan kewajiban ekspor. Karena itu, pihaknya meminta kejelasan ke pada pemerintah terkait detil aturan pembatasan untuk mengkalkulasi dampak operasional PT Newmont Nusa Tenggara PTNNT) di pertambangan Batu Hijau.

‘’Kontrak Karya (KK) yang ditandatangani bersama pemerintah Indonesia sudah memberikan PTNNT hak untuk mengekspor konsentrat tembaga yang sudah diproses oleh fasiltas pengolahan Batu Hijau. Kontrak tersebut juga sudah menyebutkan secara jelas tentang tipe dan besaran pajak, pungutan, dan kewajiban yang wajib dibayarkan PTNNT,’’ tegasnya dalam keterangan tertulis Rabu (22/1).

Sementara itu, pihak Freeport McMoRan Copper & Gold, Inc, induk dari PT Freeport Indonesia (PTFI), turut mengeluarkan keluhan. Hal itu diungkapkan dalam laporan kinerja kuartal IV dan akhir tahun 2013.

Menurut mereka, regulasi yang membolehkan ekspor sampai 2017 dinetralkan oleh pemberlakuan bea ekspor progrsif dari 25 persen sampai 60 persen pada pertengahan 2016.

‘’KK PTFI mempunyai masa kontrak hingga 2021 dan bisa diperpanjang dua kali 10 tahun hingga 2041 dan sudah disetujui oleh pemerintah. Kontrak tersebut mengizinkan ekspor konsentrat dan menetapkan pajak dan kebijkana fiskal lainnya. KK tersebut juga telah menyatakan tidak terkena pajak dan bea atau biaya selain yang sudah tercantum di kontrak. Regulasi pada Januar 2014 sendiri sudah bertentangan dengan kontrak tersebut,’’ seperti yang dikutip dalam keterangan tertulis Kamis (23/1).

Pihak Freeport pun sudah menegaskan telah memenuhi persyaratan pengolahan lokal sesuai dengan KK. Hal itu dilakukan dengan pengoperasioan PT Smelting sebagai afiliasi PTFI pada 1998. Pada 2014, sekitar 40 persen dari perkiraan produksi bakal dipasok ke fasilitas tersebut.

Sisanya bakal dikirimkan kepada perusahaan smelter yang sudah terikat dalam kontrak jangka panjang.(bil/oki/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook