Rupiah Melemah, Pengusaha Menjerit

Ekonomi-Bisnis | Senin, 23 Juli 2018 - 11:24 WIB

Rupiah Melemah, Pengusaha Menjerit
NILAI TUKAR: Perdagangan alat elektronik ikut mendapat imbas dari pelemahan nilai tukar rupiah. (JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Selama Juli, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tidak beranjak dari level 14.000. Bahkan, Jumat (20/7) rupiah sempat mencapai 14.500. Depresiasi rupiah yang terus terjadi selain memberikan kekhawatiran, pelaku usaha juga menjerit. Terutama yang berkaitan dengan impor.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menuturkan, pelemahan rupiah tentu saja memicu kenaikan harga barang.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

“Kekhawatiran yang utama tentunya (pelemahan rupiah, red) bahan baku impor juga akan naik sehingga memengaruhi harga produksi,” jelas Shinta saat dihubungi kemarin.

Menurut Shinta, para pelaku usaha pada dasarnya sudah memiliki persiapan dalam menghadapi rupiah yang terus tertekan. Strategi yang disiapkan para pelaku usaha, antara lain, hedging (lindung nilai) hingga skenario efisiensi.

“Intinya adalah selama industri bisa menahan harga, kami tidak akan membebankan kepada konsumen,” lanjutnya.

Sementara Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman menuturkan, anjloknya nilai tukar rupiah membuat pengusaha dilematis. Sebab, mayoritas bahan baku industri makanan dan minuman (mamin) masih impor. Kenaikannya pun bisa mencapai 3-7 persen.

“Makin banyak produknya, makin banyak bahan baku impornya. Tentu makin besar kenaikan harga produksinya,” katanya.

Adhi menambahkan, para pelaku usaha tidak bisa serta-merta menaikkan harga produknya meski ongkos produksinya sudah melonjak. Sebab, beberapa anggota Gapmmi sempat melapor kepadanya bahwa kondisi penjualan pasca-Lebaran agak lesu.

 “Jadi, ini dilematis. Mau tidak mau banyak perusahaan tidak memilih menaikkan harga. Tapi, dampaknya akan mengurangi profit atau bahkan rugi,” imbuhnya.

Pengamat ekonomi Indef Bhima Yudhistira menuturkan, sektor mamin adalah industri yang paling terdampak ketika rupiah melemah. Sebab, industri itu masih mengandalkan bahan baku dari impor. Kemudian, disusul produk-produk elektronik, otomotif, sampai pakaian jadi. “Margin keuntungan pengusaha akan tergerus,” jelasnya.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Rosmaya Hadi memastikan BI concern dengan stabilitas nilai tukar rupiah. Dia yakin Indonesia dengan kondisi fundamental ekonomi yang kuat mampu menahan tekanan eksternal yang mengakibatkan rupiah terus tertekan.

“Badan (fundamental ekonomi) kita ini sehat, tapi ada angin dari luar,” ungkapnya.(ken/c10/tom)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook