JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia pada akhir 2018 meningkat. Sebab, posisi kewajiban finansial luar negeri (KFLN) juga naik. Pada akhir triwulan IV tahun lalu, neto PII Indonesia mencapai 317,8 miliar dolar AS (sekitar Rp 4.509 triliun) atau 30,5 persen dari PDB.
’’Peningkatan nett PII itu karena posisi KFLN lebih besar dari peningkatan posisi aset finansial luar negeri (AFLN),’’ ujar Direktur Eksekutif-Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia ( BI) Onny Widjanarko kemarin (22/3).
Peningkatan posisi KFLN Indonesia itu, menurut Onny, disebabkan besarnya aliran modal asing yang masuk. Baik dalam bentuk investasi langsung maupun investasi portofolio. Artinya, tingkat kepercayaan investor terhadap Indonesia masih tinggi. ’’Itu juga dipengaruhi revaluasi positif terhadap nilai aset finansial domestik sejalan dengan peningkatan IHSG,’’ lanjut Onny.
Meski demikian, Bank Indonesia (BI) akan tetap mewaspadai risiko kewajiban PII terhadap perekonomian. ’’Ke depan kami meyakini kinerja PII Indonesia semakin baik sejalan dengan terjaganya stabilitas perekonomian dan berlanjutnya pemulihan ekonomi Indonesia,’’ kata Onny.
Secara terpisah, Bhima Yudhistira, pengamat ekonomi INDEF, menyatakan bahwa perlambatan ekonomi di AS, Eropa, dan Cina akibat perang dagang ikut memengaruhi performa perekonomian tahun lalu. Perlambatan ekonomi negara-negara besar membuat investor mengincar negara berkembang sebagai lokasi penanaman modal. Salah satunya Indonesia.
Bersamaan dengan itu, pemerintah juga gencar menerbitkan utang dengan bunga 8 persen, di atas bunga rata-rata di negara-negara Asia. ’’Yang jadi catatan, bersamaan dengan itu, investasi non-portfolio atau FDI sepanjang 2018 minus 8,8 persen. Jadi, perlu strategi untuk menarik investasi langsung jangka panjang,’’ tuturnya.(ken/c15/hep/das)