JAKARTA (RP) - Kurang dari dua pekan Nippon Asahan Aluminium (NAA) harus melepas 58,88 persen sahamnya di PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).
Kabar terakhir, Pemerintah Indonesia sudah menaikkan tawaran untuk membeli saham NAA di pabrik peleburan aluminium ini menjadi 558 juta dolar AS atau sekitar Rp 6,1 triliun.
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, tawaran itu sadah sesuai perhitungan terbaru yang dibuat BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Angka Rp6,1 triliun ini lebih tinggi daripada penawaran sebelumnya 424 juta dolar AS atau sekitar Rp4,6 triliun.
Namun masih lebih rendah dibanding permintaan NAA sebesar 650 juta dolar AS atau sekitar Rp7,1 triliun. ‘’Sekarang 558 juta dolar AS yang kami ajukan,’’ ujarnya Senin (21/10).
Awalnya, bergulir wacana untuk membawa masalah tersebut ke arbitrase internasional menyusul masih buntunya negosiasi dengan NAA.
Namun, Hidayat menilai proses hukum ke arbitrase internasional hanya akan membuang waktu dan menghabiskan biaya besar. Sebab, Indonesia harus menyewa pengacara asing. ‘’Kemungkinan tidak jadi arbitrase,’’ ungkapnya.
Kebuntuan negosiasi timbul karena adanya perbedaan perhitungan antara pemerintah dengan NAA Jepang. Dalam perhitungan BPKP, nilai buku Inalum sebesar 424 juta dolar AS.
Sedangkan NAA Jepang menghitung nilai buku Inalum 650 juta dolar AS. Jika dirupiahkan, selisih antara kedua perhitungan tersebut cukup besar, mencapai Rp2,5 triliun.
Sesuai master agreement yang ditandatangani pemerintah dengan Jepang pada 7 Juli 1975 di Tokyo, Inalum sudah harus dikembalikan dan dikelola Indonesia mulai 31 Oktober 2013.
Saat ini, pemerintah Indonesia hanya menguasai 41,12 persen saham Inalum, sisanya 58,88 persen dikuasai NAA. ‘’Mudah-mudahan per 31 Oktober Inalum kembali ke pangkuan Indonesia,’’ ungkapnya.
Sayangnya, meski negosiasi dengan NAA Jepang belum usai, sejumlah pemerintah daerah berebut ingin menguasai Inalum. Di antaranya Pemprov Sumatera Utara (Sumut) dan 10 kabupaten atau kota se-kawasan Danau Toba dan Asahan.
‘’Ada empat kelompok yang datang. Pemkab, DPD (dewan perwakilan daerah), gubernur, dan konsorsium perusahaan daerah,’’ kata Hidayat.
Mereka bahkan sudah membuat skenario bila saham mayoritas Inalum sudah digenggam, beberapa pemda akan membentuk konsorsium bernama PT Pembangunan Prasarana Sumatera Utara (PPSU).
Mengenai hal itu. Hidayat mengaku tidak memiliki kewenangan untuk menyerahkan ke pemda. ‘’Saya tidak punya kapasitas untuk menentukan,’’ tukasnya.
Inalum merupakan satu-satunya perusahaan peleburan aluminium di Asia Tenggara yang memiliki fasilitas terlengkap.(wir/oki/fas)