JAKARTA (RP) - Investor asing semakin menguasai frekuensi seluler di Indonesia dengan kepemilikan yang dominan pada sejumlah operator. Hal ini bisa menjurus ke praktek oligopoli.
“Terjadi oligopoli frekuensi telekomunikasi di Indonesia saat ini, dan sebagiannya oleh perusahaan asing,” kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (21/6).
Mahfudz mengingatkan, Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) harus melihat sektor telekomunikasi sebagai hal strategis dan berdimensi keamanan nasional. Karenanya, dia menyarankan agar memerketat regulasi.
“Diperlukan regulasi ketat dan proteksi terhadap penggunaan frekuensi. Jangan pendekatannya murni bisnis korporasi,” ungkap politisi Partai Keadilan Sejahtera, ini.
Sebelumnya, marak beredar kabar Axiata tengah membidik saham dari Axis melalui anak usahanya di Indonesia, XL Axiata. Kondisi pasar Indonesia yang terlalu banyak pemain menjadikan masalah frekuensi sebagai salah satu alat untuk bersaing di masa depan sehingga aksi korporasi itu layak dilakukan Axiata demi mengembangkan XL di Indonesia.
Axis sebagai operator kelima terbesar di Indonesia sahamnya dikuasai oleh Saudi Telecom Company (STC) dari Arab Saudi dan Maxis dari Malaysia. XL sahamnya dikuasai oleh Axiata dari Malaysia.
Selain dua operator ini, Telkomsel pun sahamnya 35% dikuasai SingTel dari Singapura, Indosat dikuasai sebagian oleh Qatar Telecom atau Ooredoo, dan Hutchison Tri Indonesia sebagian dikuasai oleh Hutchison dari Hong Kong. (boy/jpnn)