JAKARTA (RP) - Nimas Puspita Ningrum, siswi SMA Ibrahimy, Situbondo, Jawa Timur, terus menuntut keadilan melawan sekolahnya yang tak meluluskannya karena persoalan akhlak.
Setelah melakukan aksi jalan kaki mengitari Kota Situbondo bersama ibunya, Susiyati serta pengacaranya, Nimas ingin menemui Komisi Nasional Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia, di Jakarta.
Nimas didampingi Pusat Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, Kabupaten Situbondo,
Ketua PPT KKTPA Kabupaten Situbondo, Imam Hariyono, menyatakan perjuangan ini dilakukan agar Nimas bisa lulus dan meraih masa depannya.
"Kami terus membantu perjuangan Nimas hingga ke Jakarta, agar bisa meraih masa depannya seperti semua pelajar lainnya,” kata Imam, di Jakarta, seperti dalam siaran pers yang diterima JPNN, Jumat (21/6).
Imam menilai, tanpa pertimbangan logis pihak sekolah menghancurkan masa depan anak didiknya. "Nimas dinyatakan tidak lulus oleh sekolahnya dengan alasan akhlak, padahal dia lulus ujian ujian nasional,” ujar Imam.
Nimas mengikuti ujian nasional pada 27 Maret 2013. Kendati lulus ujian nasional, anak pasangan almarhum Nano Suarmo dan Susiyati ini, tak diluluskan SMA Ibrhamy, tempatnya menimba ilmu.
Gara-gara menyimpan foto laki-lagi bertelanjang dada, Nimas sempat diberhentikan dari sekolahnya.
Namun setelah proses mediasi yang dilakukan oleh PPT KKTPA dan Dinas Pendidikan Kabupaten Situbondo terhadap sekolahnya dan mengingat ujian nasional akan segera diselenggarakan, maka pihak sekolah membatalkan. Nimas kemudian mengikuti ujian nasional dan lulus.
Imam menambahkan, sekolah mestinya mempertimbangkan masa depan Nimas yang masih panjang. “Apalagi dia lulus ujian nasional, mestinya didukung untuk melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi agar menjadi lebih baik dan meraih masa depan yang lebih baik pula,” jelasnya.
Dia mengaku sepakat dengan pendidikan yang berakhlak. Namun, dengan tegas Imam menolak jika potret buram pendidikan dilimpahkan kepada anak didik. "Kita melawan terhadap penghukuman yang berlebihan dan tidak manusiawi terhadap Nimas," kata Imam.
Supriyono, Penasehat Hukum Nimas, mengatakan, sepatutnya sekolah tidak hanya melihat korban sebagai pelajar.
"Harus diingat bahwa Nimas ini pelajar dan masih di bawah umur ketika semua dituduhkan kepadanya. Kami berharap perspektif sekolah lebih luas lagi, perspektif Nimas sebagai korban pidana persetubuhan anak di bawah umur sesuai putusan PN Situbondo,” tambah Supriyono. (boy/jpnn)