JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Harga minyak dunia turun drastis. Pemicunya adalah permintaan yang minim dan pasokan yang menumpuk akibat pandemi Covid-19.
Untuk kali pertama, harga minyak mentah berjangka AS atau WTI untuk kontrak Mei berada di bawah 0 dolar AS per barel pada Senin (20/4). Lalu, Selasa (21/4), harga minyak di AS berada di level terendah menjadi minus 37,63 dolar AS per barel.
Itu merupakan yang terendah sejak NYMEX membuka perdagangan berjangka minyak pada 1983.
Anjloknya harga minyak tersebut berdampak besar pada kondisi dalam negeri. Terutama bagi perusahaan energi seperti Pertamina. Desakan agar perusahaan minyak pelat merah itu menurunkan harga BBM pun cukup beralasan. ”Untuk Pertamina, tekanan agar menurunkan harga, terutama BBM nonsubsidi, sangat besar,’’ ujar Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Mamit Setiawan kepada Jawa Pos.
Mengacu perhitungan formula harga dasar penjualan BBM eceran jenis nonsubsidi pada Kepmen ESDM 62/2020, penurunan harga itu seharusnya dilakukan akhir April atau awal Mei 2020. ”Seharusnya badan usaha, dalam hal ini Pertamina, Shell, maupun Total, ya mereka merevisi harga. Seharusnya harga pertamax cs series itu bisa turun per 1 Mei,’’ jelas dia.
Sementara itu, harga BBM jenis tertentu dan BBM penugasan seperti premium, solar subsidi, atau minyak tanah tidak serta-merta ditentukan badan usaha. ”Karena ini sifatnya khusus. Sesuai dengan Kepmen 62, itu tahapannya seharusnya sampai pada menteri koordinator atau presiden yang menentukan apakah premium ini turun atau tidak,” jelasnya.
Selain berdampak pada harga BBM, turunnya harga minyak dipastikan memengaruhi penerimaan negara. Mamit menjelaskan, sektor hulu migas saat ini pasti berhitung lagi soal kelangsungan operasionalnya di tengah harga minyak yang murah. Selama ini mayoritas keuangan Pertamina ditopang sektor hulu. Sementara di sektor hilir, ada persoalan lain yang harus dihadapi, yakni konsumsi BBM yang turun hingga 30 persen pada masa pandemi Covid-19.
Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati menegaskan bahwa wewenang penurunan harga BBM ada pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). ”Kami berkomunikasi dengan Kementerian ESDM, ketetapannya ada di pemerintah. Mudah-mudahan pemerintah segera mengambil keputusan yang tepat untuk saat ini,” ujar Nicke dalam rapat dengar pendapat secara virtual dengan DPR kemarin.
Dia menambahkan, Pertamina sebagai BUMN memiliki kewajiban membeli minyak dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas yang beroperasi di dalam negeri. Persoalannya, harga minyak KKKS di dalam negeri tersebut tidak semurah harga minyak dunia.
Menurut Nicke, posisi Pertamina sebagai BUMN juga membuat mereka tidak dapat mengambil keputusan bisnis dengan hanya mempertimbangkan keuntungan atau kerugian. Pertamina sedang mencari titik keseimbangan agar hulu dan hilir bisa berjalan terus.
Di sisi lain, Nicke menyebutkan bahwa penurunan harga minyak dunia saat ini tak lantas berdampak positif bagi Pertamina. Sebab, penurunan harga diikuti penurunan permintaan atau demand dari masyarakat. ’’Mungkin sebagian orang berpikir dengan ICP-nya turun, HPP Pertamina bisa turun. Masalahnya, ini harga lagi murah, tapi tidak ada demand,’’ tegasnya.
Ditambah, penurunan demand karena pandemi korona juga diikuti dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pelemahan itu disebut sudah melewati patokan kurs pada rencana kerja Pertamina awal tahun lalu.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman