JAKARTA (RP)- Pelimpahan kasus dugaan korupsi pengadaan simulator (SIM) Korlantas dari Polri ke KPK hingga kini belum juga dilakukan. Perbedaan dasar pelimpahan oleh masing-masing institusi jadi salah satu kendala.
Di satu sisi, KPK ingin pelimpahan berkas kasus didasarkan pada pasal 50 ayat 3 dan 4 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dalam pasal itu disebutkan, jika KPK telah melakukan penyidikan, kepolisian dan kejaksaan tak berwenang lagi melakukan penyidikan.
Di sisi lain, Polri ingin melimpahkan berdasarkan pasal 109 KUHAP yang mengatur tentang pelimpahan berkas perkara dari tahap penyidikan ke tahap penuntutan. Namun perbedaan itu tak membuat pemerintah khawatir tentang kelanjutan penuntasan kasus simulator Korlantas.
Polri maupun KPK dinilai bisa menindaklanjuti instruksi Presiden SBY pada 8 Oktober lalu. ‘’Apa yang terkandung dalam instruksi presiden sudah jelas. Polri dan KPK sudah memahami itu,’’ kata Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, Sabtu (20/10).
Dengan begitu, lanjutnya, tak perlu ada upaya untuk menengahi lagi antara dua institusi penegak hukum itu. ‘’Tinggal ditindaklanjuti. Sejauh ini dua lembaga komitmen dan siap melaksanakan amanat pidato presiden,’’ ujar Julian.
Kekhawatiran adanya ego sektoral sehingga membuat jalan pelimpahan menjadi buntu, kata dia, dinilai tak perlu terjadi. ‘’Soal dasar pelimpahan, itu hal teknis. Penjabarannya bisa dibicarakan dan pasti ada koordinasi,’’ terang doktor ilmu politik lulusan Hosei University, Tokyo, itu.
Dalam kasus korupsi simulator, KPK menetapkan mantan Kepala Korlantas Mabes Polri Irjen Pol Djoko Susilo sebagai tersangka.
KPK juga menetapkan Wakil Kepala Korlantas Brigjen Pol Didik Purnomo, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S Bambang. Tiga tersangka yang disebut terakhir juga ditetapkan tersangka oleh kepolisian.
Menurut informasi, usulan penggunaan pasal 109 KUHAP oleh kepolisian disodorkan agar hasil penyidikannya tetap dipakai oleh penuntut umum di KPK. Dengan mekanisme itu, KPK langsung melaksanakan fungsi penuntutan. Ini yang membuat KPK masih belum suai. Karena, konstruksi penyidikan oleh KPK belum tentu sama dengan kepolisian.
Untuk masa penahanan tersangka yang sudah ditahan oleh Mabes Polri, KPK sudah setuju untuk memperhitungkan. Konsekuensinya, Didik Purnomo dan Budi Susanto tak ditahan selama penyidikan di KPK. Penahanan baru dilakukan KPK di masa penuntutan.
Masalah lain juga terkait dua tersangka dari kepolisian yang tak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Mereka adalah Ketua Panitia Pengadaan Simulator Ajun Komisaris Besar Polisi Teddy Rusmawan dan Bendahara Korlantas Komisaris Pol Legimo.
Dalam penyidikan oleh kepolisian, mereka disangka memalsukan tanda tangan Djoko Susilo. Sangkaan kepolisian itu tentunya bertentangan dengan konstruksi penyidikan KPK yang menetapkan Djoko Susilo sebagai tersangka.
Juru bicara KPK Johan Budi optimis sejumlah kendala teknis itu bisa diselesaikan secepatnya. KPK ingin solusi yang ditelurkan bersama Polri bisa sesuai dengan UU.
Polri juga yakin pekan depan semua kendala akan selesai. ‘’Sebenarnya bukan kendala karena selalu dikomunikasikan. Hanya formulanya yang menunggu yang pas,’’ kata Kabagpenum Polri Kombes Agus Rianto.
Saat ini, tahanan Polri masih mendekam di Rutan Brimob dan Bareskrim. Mereka diperlakukan layaknya tahanan biasa yang lain. ‘’Tidak ada pengistimewaan, cek saja ke petugas rutannya,’’ katanya.(fal/sof/rdl/kom/jpnn)