BI Intervensi Pasar, Rupiah Menguat Tipis

Ekonomi-Bisnis | Sabtu, 21 Juli 2018 - 12:14 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pasca pengumuman Bank Indonesia (BI) 7-day Reverse Repo yang ditahan di angka 5,25 persen, nilai tukar rupiah justru mengalami depresiasi. Mengutip Bloomberg, Jumat (20/7) rupiah dibuka di Rp14.477 per dolar AS. Kurs tersebut melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.4432 per dolar AS. Mata uang Garuda ini pun sempat menyentuh level Rp 14.545 per dolar AS.

Dengan kondisi rupiah yang terus tertekan,  Bank Indonesia (BI)  pun segera melakukan intervensi.  Alhasil,  pada penutupan perdagangan kemarin, rupiah menguat tipis Rp14.495 per dolar AS. “BI berada di pasar dan secara pro aktif melakukan intervensi ganda di pasar valas dan SBN (Surat Berharga Negara) sedemikian sehingga nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari ini (kemarin, red) berhasil ditutup di bawah level 14,500 per dolar AS,” jelas ekonom Bank Permata Josua Pardede pada JPG,  kemarin. 

Baca Juga :Didoakan Berpenampilan Lebih Baik saat Umrah

Josua melanjutkan, pelemahan kurs rupiah yang sempat melewati level 14,500 per dolar AS, dipengaruhi oleh pelemahan nilai tukar yuan Cina setelah kemarin bank sentral Cina memperlemah yuan.  Dampaknya,  Yuan melemah terhadap dolar AS ke level terendah dalam satu tahun terakhir. Langkah kebijakan tersebut diambil merespon proses negosiasi antara pemerintah AS dan Cina terkait isu perang dagang yang belum menemukan solusi.

“Pelemahan yuan tersebut mendorong sentimen negatif di pasar keuangan negara berkembang yang selanjutnya mendorong pelemahan nilai tukar mata uang Asia termasuk rupiah, “lanjutnya. 

Project Consultant Asian Development Bank (ADB) Eric Alexander Sugandi menguraikan,  selain faktor eksternal yakni pelemahan Yuan, ada sejumlah faktor domestik yang juga menyebabkan pelemahan rupiah. Di antaranya,  adanya risiko tekanan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia,  kemudian adanya pengetatan likuiditas valas di bank-bank buku 3 dan 4, sehingga mendorong peningkatan demand korporasi terhadap dolar AS untuk berjaga-jaga.

 “Selain itu,  ada juga risiko peningkatan current account deficit (CAD) dan juta signifikannya penguasaan asing di SBN dan saham,  sehingga rupiah  rentan terhadap capital outflows (aliran dana keluar),” urainya pada JPG,  kemarin. 

Eric pun menilai, keputusan BI mempertahankan suku bunga acuannya adalah langkah yang tepat. Sebab, keuntungan dari kenaikan BI rate dalam mempertahankan rupiah tidak sebesar cost pada pertumbuhan ekonomi. Dia mengakui,  tekanan eksternal akan tetap ada, namun tekanan akibat dari persepsi pelaku pasar,  sifatnya temporer.  Sehingga,  BI memang tidak perlu reaktif dengan terus menaikkan suku bunga. “Kenaikan 100 basis poin total sebelumnya untuk sementara sudah cukup,” imbuhnya. 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook