JAKARTA (RP)- Menteri Tenaja Kerja (Menakertrans) Muhaimin Iskandar, Senin (20/2) duduk di kursi saksi pada persidangan atas Dadong Irbarelawan dan I Nyoman Suisnaya yang menjadi terdakwa kasus suap Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) kawasan transmigrasi.
Pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/2) kemarin, Muhaimin sempat dicecar dengan sejumlah pertanyaan terkait commitment fee sebesar Rp1,5 miliar dari kuasa PT Alam Jaya Papua, Darnawati. Namun Muhaimin membantah jika dirinya dianggap tahu soal commitment fee tersebut. Bahkan merasa dirugikan karena dicatut namanya, usai persidangan Muhaimin balik menyerang untuk melaporkan pihak-pihak yang mencemarkan nama baiknya ke polisi.
Persidangan atas Dadong, ketua majelis Herdi Agusten bertanya ke Muhaimin soal commitment fee DPPID untuk kawasan transmigrasi. ‘’Sama sekali tidak tahu,’’ jawab Muhaimin.
Bahkan menteri yang juga Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyatakan bahwa kewenangan tentang DPPID ada di Kementerian Keuangan. Sebagai Menakertrans, Muhaimin hanya mengusulkan APBN reguler. Sementara dana DPPID, imbuhnya, diusulkan dalam APBN Perubahan dan masuk dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemenkeu.
Muhaimin sendiri mengaku tak pernah menandatangani usulan tentang DPPID. ‘’Baru saya tahu ternyata DPPID itu terpisah sama sekali dengan anggaran yang dibahas Kemenakertrans dengan Komisi IX DPR. DPPID itu langsung ke Bupati. Bukan DIPA Kemenakertrans, tapi DIPA Kemenkeu melalui Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan,’’ ucapnya.
Mantan Wakil Ketua DPR itu juga dicecar soal hubungannya dengan M Fauzi dan Ali Mudhori. Cak Imin -sapaan Muhaimin- mengakui bahwa Ali dan Fauzi sepanjang 2010 memang menjadi tim asistensi di Kemenakertrans. Fauzi juga diakui sebagai staf di DPP PKB, sedangkan Ali Mudhori adalah pengurus DPC PKB Lumajang.
Namun soal commitment fee yang diminta Ali dan Fauzi, dengan tegas Muhaimin menepis jika dirinya diseret-seret. Alasan Muhaimin, dirinya tak pernah memberi perintah ke Fauzi untuk meminta fee dari Dharnawati. ‘’Tidak ada hubungannya,’’ tegasnya.
Karenanya saat bersaksi pada persidangan atas Nyoman yang dipimpin hakim ketua Sudjatmiko, dengan lugas Muhaimin menumpahkan rasa jengkelnya karena merasa dicatut oleh pihak-pihak yang memburu commitment fee. Muhaimin akan melaporkan pihak-pihak yang selama ini telah mencatut namanya ke polisi.
Nama-nama yang akan dilaporkan Muhaimin adalah Ali Mudhori, M Fauzi, Sindu Malik Pribadi, Iskandar Pasajo alias Acos, serta Ahmad Dani Nawawi. ‘’Karena saya merasa dirugikan,’’ kata Muhaimin.
Namun di antara nama-nama itu, ada yang membuat Muhaimin paling jengkel, yakni Dani Nawawi. Sebab Dani Nawawi beberapa kali mengaku kenal dan pernah bertemu Muhaimin untuk mengonfirmasikan soal Tunjangan Hari Raya (THR). ‘’Yang paling parah ya Dani Nawawi,’’ sebutnya.
Dari nama-nama itu, Muhaimin mengaku hanya mengenal Ali Mudhori dan Fauzi. Namun tentang Sindu Malik, Dani Nawawi dan Acos, dengan tegas Muhaimin mengaku tak mengenal mereka. ‘’Jangankan memberi arahan, kenal saja tidak,’’ ucapnya.
Seperti diberitakan, Nyoman adalah Sesditjen Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Tranmigrasi (P2KT). Sedangkan Dadong adalah Kabag Evaluasi, Program dan Pelaporan di Ditjen P2KT. Keduanya didakwa menerima uang sogokan dari Dharnawati. Uang itu diduga sebagai pelicin agar PT Alam Jaya Papua menjadi rekanan proyek PPID di empat kabupaten di Papua dan Papua Barat.(ara/jpnn)