2.000 Transaksi DPR Mencurigakan

Ekonomi-Bisnis | Selasa, 21 Februari 2012 - 08:18 WIB

JAKARTA (RP)- Sebanyak 2.000 transaksi keuangan anggota legislatif yang duduk di DPR RI dicurigai. Hal tersebut semakin mencurigakan lagi, karena, mayoritas dilakukan melalui rekening anggota Badan Anggaran (Banggar).  

‘’PPATK sedang melakukan proses atas lebih dari 2.000 laporan terkait dengan anggota DPR, mayoritas transaksi dilakukan oleh anggota Banggar DPR,’’ sebut Ketua Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), M Yusuf, dalam rapat dengar pendapat PPATK dengan Komisi III DPR di Gedung DPR, Senin (20/2).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Sayangnya, penjelasan Ketua PPATK tersebut tidak diungkap secara transparan. Hasil analisis terkait anggota DPR tersebut dicantumkan di halaman 21. Namun, keterangannya disamarkan dengan menggunakan tinta tebal stabilo berwarna hitam. Penjelasan Ketua PPATK tersebut disampaikan setelah penjelasan terkait rekening gendut sejumlah pejabat yang notabenenya adalah aparatur negara. Dalam penyampaiannya, Yusuf menyebutkan  pihaknya menemukan 707 rekening dengan transaksi mencurigakan.  Mayoritasnya adalah milik PNS yang berumur di atas 45 tahun. ‘’Usia di bawah 45 tahun 233 rekening, di atas 45 tahun 474 hasil analisis,’’ kata Yusuf, sebelumnya.Jajaran PPATK juga menemukan banyak transaksi mencurigakan  yang melibatkan unsur kepolisian, jaksa termasuk unsur KPK dengan transaksi yang bisa dikatakan besar.

‘’Untuk anggota Polri sebanyak 89 hasil analisis, Kejaksaan 12 laporan, hakim 17 laporan, KPK 1 laporan, dan legislatif 65 laporan,’’ papar Yusuf.

Rekening Jendral

Terkait pengungkapan rekening gendut yang melibatkan para jendral Polri, M Yusuf membantah kalau PPATK mendapat suatu tekanan.  ‘’Tidak ada, tidak ada tekanan. Kalau pun ada tekanan, saya tidak takut. Saya kan bekerja,’’ imbuh Yusuf.

Dia juga membeberkan hasil laporan PPATK tahun 2011, juga ditemukan rekening mencurigakan TNI. ‘’Hasil laporan kami tahun 2011 ada. Kita satukan rekening Polri/TNI. Cuma undang-undang belum mengatur, kalau TNI kita serahkan pada siapa,’’ ungkapnya.

Karena itu, dia menegaskan akan bertemu dengan Panglima TNI untuk membicarakan soal itu. Apakah banyak yang melibatkan oknum TNI? Yusuf menjawab, ‘’Masih kita proses. Yang pasti, ada soal itu,’’ terangnya.

Bahkan saat ditanyakan apakah banyak rekening gendut TNI dan Polri, Yusuf lagi-lagi menjawab diplomatis. ‘’Kami masih proses. Masih dianalisis. Kalau TNI juga ada tapi saya lupa angka persisnya,’’ ujar dia. ‘’Kalau prosesnya selesai akan kami laporkan ke penegak hukum,’’ imbuhnya.


Desak PPATK Terbuka

Dalam pada itu Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman meminta Ketua PPATK membuka seluruh transaksi mencurigakan. ‘’Kami meminta PPATK untuk membuka seluruh transaksi keuangan mencurigakan kepada publik,’’ kata Benny, dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan PPATK, di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Senin (20/2).

Andai dikemudian hari keputusan pembukaan transaksi mencurigakan tersebut menimbulkan dampak, menurut Benny, DPR konsisten akan mendukung PPATK. Selain meminta PPATK membuka transaksi mencurigakan, politisi Partai Demokrat itu menyayangkan adanya coretan hitam pada pointer jawaban tertulis PPATK yang dibagikan dalam RDP.

‘’Pencoretan ini otomatis menimbulkan kecurigaan bagi anggota Komisi III yang menginginkan data tersebut dibuka secara transparan. Seharusnya coretan hitam itu dibiarkan terbuka saja sehingga tidak menimbulkan spekulasi macam-macam,’’ ujar Benny. Di tempat yang sama, anggota Komisi III, Martin Hutabarat mengingatkan bahwa tidak ada satu orang pun di negara ini yang kebal hukum, Termasuk soal lalu-lintas keuangan yang mencurigakan.

‘’Anggota DPR, aparat penegak hukum seperti Polri, TNI, jaksa maupun hakim juga harus mendapatkan perlakuan yang sama dari PPATK. Mereka semua harus bisa menjadi contoh. Tidak ada yang kebal hukum. Kalau terindikasi transaksinya mencurigakan harus diusut,’’ tegas politisi Partai Gerindra itu.

Sementara M Yusuf mengungkap PPATK saat ini sedang mendalami berbagai transaksi yang mencurigakan. ‘’Dari transaksi mencurigakan tersebut PPATK mengindikasi pemiliknya antara lain anggota DPR yang bertugas di Banggar DPR dan pejabat publik lainnya,’’ kata Muhammad Yusuf.

Terkait pencoretan menggunakan tinta hitam, Yusuf mengaku pihaknya tidak merasa takut untuk membukanya karena PPATK bekerja berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. ‘’Kami tidak pernah takut untuk transparan. Menyembunyikan pelanggaran hukum itu berdosa Pak. Kenapa itu kami coret? Ini lebih disebabkan karena saat ini masih dalam proses analisis,’’ tegas Yusuf.

86.264 Transaksi Mencurigakan

Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan PPATK, di Gedung DPR, Senayan Jakarta, PPATK melaporkan telah menemukan  86.264 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) pada tahun 2011 hinga awal tahun 2012. ‘’LTKM bank sebanyak 47.123 laporan dan LTKM non-bank sebanyak 39.141 laporan,’’ kata M Yusuf.

Sementara itu ada laporan transaksi keuangan tunai (LTKT) sebanyak 10.494.312 laporan, yang berasal dari 398 perusahaan jasa keuangan (PJK) dan laporan pembawaan keuangan tunai (LPUT) yang diterima dari bea cukai sebanyak 7.127 LPUT.

‘’Jumlah hasil analisis keseluruhan hingga Januari 2012 sebanyak 1.890 hasil analisis, di mana pada tahun 2011 PPATK menyampaikan sebanyak 442 hasil analisis dan tahun 2012 sebanyak 17 hasil analisis,’’ demikian Yusuf.

20 Transaksi Terkait Nazaruddin

Sementara itu, terkait dukungan yang diberikan PPATK untuk menelusuri jejak keuangan dari penanganan kasus M Nazaruddin, Yusuf juga menyebutkan, setidaknya pihaknya menemukan 20 transaksi mencurigakan. Seluruh data tersebut, juga sudah diserahkan PPATK kepada KPK. ‘’Sebagai mitra kerja, kami memberikan masukan yang relevan. Mendorong dan memberikan masukan, kalau KPK butuh ahli kita  siapkan. Kalau soal laporan hasil analisis sudah kami berikan,’’ kata M Yusuf. ‘’Tugas dan tanggung jawab PPATK hanya sampai pada tahap melaporkan hasil analisis. Proses selanjutnya berada di tangan KPK,’’ sebut dia.

‘’Laporan hasil analisis diindikasikan tindak pidana dan TPPU. Yang mengklarifikasi adalah penegak hukum. Kita sudah kirim kurang lebih 20 LHA (Laporan Hasil Analisis, red) baik pribadi maupun perusaahaan. Tugas KPK melakukan verifikasi dan pendalaman,’’ jelas Yusuf.(fas/rma/int/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook