PEKANBARU (RP) - BNI Wilayah Padang optimis pertumbuhan ekonomi pada semester kedua tahun ini akan lebih baik dibanding periode sebelumnya. Ini juga menunjukkan tingkat nilai investasi yang semakin membaik.
Demikian dikatakan Chief Executive Officer BNI Wilayah Sumbar, Riau dan Kepri, Anang Basuki pada acara lunch with CEO BNI, Kamis (19/9) di Pekanbaru. Dijelaskannya, untuk pengucuran kredit maupun dana pihak ketiga (DPK) BNI Wilayah Padang, di Riau sangat mendominasi. Untuk realisasi kredit tahun 2013, dari total kucuran kredit 40,30 persennya ada di Riau. Sementara di Sumbar hanya 27,43 persen dan Kepri hanya 17,26 persen.
Hal yang sama, menurut Anang, juga terjadi di realisasi dana pihak ketiga. Riau mendominasi dengan jumlah 40,30 persen dari total realisasi DPK 2013. Sumbar hanya 31,53 persen dan Kepri hanya 28,17 persen. “Data tersebut menunjukkan optimisme pertumbuhan perekonomian di Sumbar, Riau dan Kepri sampai akhir tahun 2013. Hingga akhir tahun nanti, ekonomi diperkirakan masih akan tumbuh lebih dengan beberapa perbaikan seperti tren peningkatan permintaan yang seiring dengan kenaikan harga CPO, serta musim realisasi APBD-APBN. Indikator itu diperkirakan akan mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi, khususnya Riau,” terang Anang Basuki.
Disinggung mengenai bentuk pelayanan dan inovasi program yang akan dilaksanakan BNI ke depannya, Anang Basuki mengatakan bahwa BNI memang punya program untuk nasabah terutama nasabah yang mengendarai kendaraan bermotor. “Dalam waktu dekat ini, BNI akan meluncurkan kemudahan layanan bagi nasabah BNI yang mengendarai sepeda motor. Salah satu strateginya adalah penempatan ATM untuk memberikan kemudahan layanan atau transaksi. Khususnya bagi pengendara sepeda motor tanpa harus turun dari kendaraan,” terangnya.
Sementara itu, Edi Ariyanto, ekonom BNI Wilayah Padang juga menyampaikan tentang kondisi perekonomian terkini. Materi yang disampaikannya ini merupakan perspektif pribadi yang nantinya akan menjadi referensi BNI dalam mengambil kebijakan. Dipaparkan Edi, saat ini, rupiah sudah menguat di level Rp10.000 dan ini memberikan dampak cukup bagus bagi perekonomian Indonesia dalam tiga bulan ke depan.
Dikatakannya lagi, di akhir tahun lalu, pemerintah sudah menyampaikan informasi beban belanja negara sangat berat akibat dari naiknya harga barang, BBM langka dan nilai tukar akibatnya terjadi inflasi sebesar 2,4 persen. “Ketika produksi menurun, penerimaan negara dari pajak akan terganggu yang mengakibatkan perekonomian juga turun. Saat ini, inflasi tingkat nasional sudah mencapai 8,9 persen,” ucapnya.
Menyikapi perlambatan perekonomian Indonesia, Edi mengimbau meski ada kehati-hatian dalam menyikapi pergerakkan ekonomi di semester dua. Apalagi spekulasi masih menjadi bumerang. Seperti beban anggaran subsidi yang besar dan juga anomali cuaca. Pasokan BBM berkurang ini akan berdampak pada phisikologi spekulan sehingga inflasi meningkat. “Ini sudah peringatan,” singkatnya.
Dalam siklus ekonomi yang berdampak pada demand dan suplay, selain diperparah oleh adanya demonstrasi upah di kalangan buruh yang nota bene berdampak ke persoalan sosial lain. Hal ini juga akan mengganggu iklim investasi dan produksi perusahaan yang bakal menurun serta berujung kepada menurunnya penerimaan pajak negara yang muaranya langsung dirasakan masyarakat.
Dalam dua bulan paska naiknya BBM, inflasi mencapai 4,21 dan inflasi nasional hingga kini 8,9 serta ditakutkan akan mencapai level psikologis10 persen. Dalam 3 bulan, sudah 4 kali BI menaikkan BI rate hingga 125 basis point. “Naiknya BI rate berdampak negatif karena biaya modal juga naik sehingga perusahaan akan mengalami kenaikan biaya produksi untuk jangka panjang,” katanya.(hen)