JAKARTA (RP) - Proses lelang budel pailit PT Metro Batavia (Batavia Air) terancam tersendat. Para mantan karyawan menilai eksekutor lelang tidak fair karena mengedepankan kepentingan masing-masing sehingga mengancam akan menahan sebagian aset yang ada.
Kuasa hukum eks karyawan Batavia Air, Odie Hudiyanto, mengatakan proses lelang sudah berlangsung sejak Kamis (16/05). Selain kurator, tiga bank terlibat sebagai eksekutor lelang budel pailit itu yaitu Bank Muamalat, Bank Capital, dan Bank Harda.
Odie menilai ada satu kendala yang mengganjal para mantan karyawan yaitu proses lelang yang dilakukan Bank Capital tidak sesuai harapan. "Waktu Selasa (14/05) kita demo ke Bank Capital karena mereka membuat iklan lelang dengan cara tidak wajar," ujarnya ketika dihubungi Jawa Pos, tadi malam.
Iklan Bank Capital promosi lelang berbagai aset pailit Batavia Air dengan model paket. "Jadi misalnya lelang tiga bus dan delapan properti. Yang pasti mereka kasih harga total Rp 8,5 miliar," sesal Odie.
Padahal pihaknya memiliki taksiran bahwa aset yang diserahkan untuk dilelang Bank Capital itu senilai Rp 13,6 miliar. Debitur yaitu Batavia Air, kata Odie, juga memiliki taksiran yang sama.
"Maka kami demo minta dibatalkan karena Bank Capital ini melakukan lelang hanya untuk mengamankan nilai pinjamannya (ke Batavia Air) sendiri," kata dia. Batavia Air melakukan pinjaman ke Bank Capital senilai total Rp 11 miliar.
Upaya menggagalkan lelang oleh Bank Capital juga dilakukan dengan cara lain yaitu menerobos masuk ke dalam proses lelang yang dilakukan di Balai Lelang IV, Kwitang, Jakarta Pusat. Odie berhasil masuk ke lokasi bersama Catur, kuasa hukum dari Batavia Air.
"Di tengah acara kita sampaikan bahwa sebagian asetnya kami kuasai karena ada di bandara Soekarno Hatta dan Bandara Mas. Kami katakan bahwa boleh saja lelang terjadi tetapi barang yang akan diterima tidak akan utuh karena sebagian kami pegang," kisahnya.
Meski begitu tetap ada penawaran dari satu pihak saja atas nama Marcel. Menurut Odie, lelang boleh terjadi tetapi eksekusi belum tentu berjalan lancar.
Selain itu, Odie yang diberikan kuasa oleh 460 ex karyawan Batavia Air itu berencana melakukan upaya hukum gugatan perlawanan ke Pengadilan Niaga bahwa lelang yang dilakukan Bank Capital tidak sah. Sambil proses berjalan pihaknya juga berupaya mengamankan aset yang dilelang dengan minta bantuan ke Polisi.
"Kalau tidak, bisa bahaya. Pengalaman lelang Adam Air itu ex karyawan cuma dapat ampasnya karena tidak diawasi sejak awal. Hanya dapat pesangon tiga bulan," ungkapnya.
Atas dasar itu menurut rencana ex karyawan, kurator, dan Hakim Pengawas Nawawi Pomolango akan menggelar pertemuan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat untuk membahas masalah ini. Pertemuan membahas pengaduan eks karyawan yang menilai kurator tidak transparan perihal budel pailit.
Sebaliknya, mantan karyawan memuji dan percaya proses lelang yang dilakukan Bank Muamalat. Bank berbasis syariah ini sudah diberikan kewenangan melelang dua budel pailit berupa sparepart yang ada di gudang bandara Mas dan delapan bodi pesawat yang ada di Hanggar. Lelang berlangsung di hotel Narita, Jakarta, senilai Rp 60 miliar.
Selain itu Bank Muamalat juga akan melakukan lelang terhadap budel pailit berupa tanah dan bangunan di Pontianak, Jakarta dan Tangerang, 11 mesin pesawat dan tiga flight simulator. "Kami kawal sepenuhnya sebagai apresiasi pada Bank Muamalat yang melepas dua budel pailit berupa spare part dan 8 bodi pesawat untuk karyawan," ujar Odie.
Sementara bank Harda tidak akan mengeksekusi lelang sendiri karena diserahkan teknisnya kepada kurator. Kurator, Turman M Panggabean, mengatakan sampai saat ini pihaknya belum mengetahui secara persis proses lelang tersebut. Laporan lelang ini, menurutnya, akan disampaikan pada 21 Mei.
Batavia Air yang diputus pailit memiliki total tagihan mencapai Rp 1,2 triliun. Rinciannya, tagihan kreditur konkuren Rp 782,6 miliar, kreditur separatis Rp 244,2 miliar, kreditur preferen pajak Rp 48,09 miliar, dan kreditur preferen karyawan Rp 151,6 miliar. Sementara itu, perkiraan aset Batavia Air hanya mencapai Rp 500 miliar.(gen/jpnn)