Pemprov Siapkan Skema Rebut Blok Siak

Ekonomi-Bisnis | Selasa, 19 November 2013 - 11:11 WIB

PEKANBARU (RP) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau terus melakukan langkah-langkah untuk merebut pengelolaan Blok Siak yang masa kontraknya dengan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) berakhir 27 November 2013 mendatang.

Salah satunya, dengan merancang skema konsorsium seperti CPP Blok yang dikelola bersama PT BSP dan Pertamina Hulu dengan membentukl Badan Operasi Bersama (BOB).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Pemprov Riau optimis skema itu akan berhasil apalagi dengan semangat nasionalisasi sumber migas yang terjadi di Indonesia saat ini.

Nantinya Pemprov akan memasukkan salah satu BUMD, PT Riau Petroleum di dalam skema konsorsium tersebut.

Hal itu diungkapkan Tim Koneksitas Migas Riau Ir Burhanuddin yang juga menjabat Kepala Biro Pembangunan Setdaprov Riau.

Menurutnya, bersama Biro Perlengkapan dan Biro Ekonomi, sudah dilakukan berbagai pertemuan guna merebut pengelolaan Blok Siak dengan mempertanyakan langsung kepada pihak Kementerian ESDM.

‘’Kita sudah menyerahkan surat kemarin (Ahad, 19/11) supaya lebih efektif agar lebih tajam apa yang diperjuangkan. Bersama Dirjen dan pihak Kementerian ESDM di Jakarta, sinyal dikembalikan ke daerah itu sangat terbuka lebar,’’ paparnya kepada Riau Pos, Senin (18/11).

Tim Pemprov Riau mengaku sudah bicara dengan tim di Jakarta bersama Dirjen terkait. Mereka mendapat informasi pengelolaan tidak lagi ke PT CPI. Hal tersebut, lanjut Burhanuddin, sebab adanya semangat nasionalisme.

Dimana seluruh daerah mulai meminta potensi dikelola pemda sebagai porsi hasil bumi sesuai amanat undang-undang.

‘’Sebagai semangat yang digemakan di seluruh Indonesia baik di Kalimantan dan Riau,’’ sambungnya.

Jika tidak ada perubahan, lanjutnya, sebelum atau sesudah 27 November masa berakhirnya pengelolaan PT CPI, akan ada pertemuan dengan seluruh pihak. Kalau tidak ada perubahan, lanjutnya, akan dilimpahkan ke Pertamina untuk mengelola.

Hal inilah yang disebutnya sebagai skema yang kemungkinan sama dengan CPP Blok saat diberikan ke daerah.

Nanti, sambungnya, pihak kementerian akan memanggil Pertamina dan daerah guna mencarikan jalan keluar yang baik. ‘’Hal ini sama dengan CPP Blok, dimana pusat memberikan ke Pertamina dan PT BSP, yang kemudian membangun konsorsium yakni BOB.

Skemanya kemungkinan seperti itu. Ini akan didiskusikan lebih tajam lagi dalam pertemuan nanti,’’ katanya menjelaskan pembahasan dari pertemuan tersebut.

Jika terwujud, ungkapnya, setelah itu baru Pertamina Hulu bersama PT Riau Petroleum akan membentuk entitas baru sebagai konsorsium yang akan melakukan pengelolaan terhadap sumur Migas yang tergabung dalam Blok Siak di empat kabupaten di Riau tersebut yakni Bengkalis, Kampar, Rokan Hulu dan Rokan Hilir.

Bahkan jika tidak ada perubahan, Selasa (19/11) ini, tim Pemprov Riau bersama PT Riau Petroleum akan memperlihatkan keseriusan dan solidnya seluruh kabupaten tersebut untuk menggesa pusat segera memutuskan.

Tim sendiri rencananya akan dipimpin langsung Plt Gubri HR Mambang Mit.

Sejak awal 2013 lalu, lanjutnya, Pemprov Riau tetap optimis merebut pengelolaan. Bahkan PT Riau Petroleum juga berkeyakinan mampu meningkatkan produksi.

Berdasarkan data yang dimiliki Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau, di beberapa areal Blok Siak, seperti Rohil dengan 39 sumur dan Kampar sejumlah 22 sumur. Dengan total 61 sumur tersebut selama ini mencatat produksi perhari sebesar 2.500 barel.

‘’Jika diberikan kepercayaan, Riau Petroleum siap menaikkan produksi di 61 sumur aktif menjadi 3.000 barel per hari. Ini sudah kita kaji karenanya kita optimis,’’ papar Burhanuddin yang merupakan mantan Kepala Biro Administrasi Ekonomi Setdaprov Riau tersebut.

Diakuinya, potensi sumur migas di Blok Siak yang sudah dikelola memang sangat besar. Untuk dua kabupaten tersebut saja, 60 persen dari estimasi cadangan sebanyak 10.000 MSTB (Milion Standar Ton Barel) berada di Rohil dan sisanya 40 persen di Kampar.

Demikian pula Bengkalis dan Rohul juga memiliki estimasi cadangan sejumlah angka tersebut, namun masih banyak yang belum dieksploitasi.

‘’Dengan luas wilayah di empat kabupaten ini, ada sumur yang belum dieksploitasi dan ada yang sudah. Yang jelas estimasi cadangannya cukup banyak,’’ sambungnya.

Dalam peningkatan produksi, Burhanuddin menambahkan, memang salah satu hal yang diharapkan adalah diberikannya kesempatan oleh Kementerian ESDM kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan.

Segala prosedur dan mekanisme untuk merebut pengelolaan tersebut, menurutnya sudah dilakukan dengan maksimal.

Selama ini beragam informasi kerap beredar terkait pengelolaan Blok Siak, apakah tetap dilanjutkan dan dikelola PT CPI, apakah dibagi menjadi dua areal pengelolaan, separuh PT CPI dan separuhnya Pemda belumlah menjadi keputusan final.

Oleh karena itu pada awal 2013 lalu pemprov sempat meminta join study yang merupakan upaya kelembagaan sesuai prosedural mengacu pada ketetapan pemerintah pusat.

Dimana jika ada daerah yang berminat mengelola blok migas dalam hal ini pemerintah, maka wajib dilakukan proses tersebut. Dimana diawali dengan pengajuan kepada pusat berupa proposal. Dan hal itu, kata Burhanuddin, sudah dipenuhi jauh hari.

Karena blok migas sendiri boleh dikelola Badan Usaha (BU) dan Badan Usaha Tetap (BUT). Untuk melaksanakan join study, antara daerah (pemprov) dengan BUMD yang ditunjuk (Riau Petroleum) bersama Kementerian ESDM serta partner dan lembaga yang akan ditunjuk pemerintah pusat dalam melihat kesiapan pemda. Karena dari join study itu pula dapat diputuskan Kementerian ESDM apakah akan dilaksanakan reguler tender atau penawaran langsung. Karena untuk diketahui, wilayah migas yang sudah berakhir masa pengelolaannya harus dikembalikan kepada pemerintah dan menjadi wilayah terbuka sehingga baru bisa dilaksanakan join study.

Belum Tentukan Nasib Blok Siak

Sementara itu, Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) mengaku belum juga menerima pemberitahuan dari Kementerian ESDM terkait masa depan dua blok di Provinsi Riau yaitu Blok Siak dan Central Sumatera. Kontrak kedua blok tersebut sama-sama berakhir 27 November 2013 ini.

‘’Kami masih menunggu. Rekomendasi sudah kami sampaikan. Mau diapakan Blok Siak dan Central Sumatra ini, tentunya pemerintah sudah memiliki pertimbangan yang matang untuk membuat keputusan,’’ ujar Kepala Divisi Humas SKK Migas Elan Biantoro di Jakarta, Senin (18/11).

Disebutkan Elan, untuk Blok Central Sumatera yang berada di lapangan Kampar, memang belum ada keputusan siapa yang berhak mengelolanya ke depan usai kontraknya berakhir.

Namun, kata dia, pemerintah dipastikan tidak lagi memperpanjang kontrak PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) di blok tersebut.

Menurut dia, perusahaan milik keluarga Panigoro tersebut mengajukan perpanjangan kontrak yang dikelolanya lapangan Kampar sejak 2010. Dalam paket perpanjang yang diajukan Medco, ada dua wilayah kerja yang ingin diperpanjang yaitu Blok South Sumatra dan Central Sumatra.

‘’Namun pada 2011 dalam keputusannya, pemerintah hanya menyetujui perpanjangan kontrak di Blok South Sumatera, sementara Blok Central Sumatera tidak diperpanjang lagi,’’ terang Elan yang menyebutkan, Blok South Sumatera yang kini pruduksinya belasan ribu barel per hari itu akan kembali dikelola Medco hingga 20 tahun ke depan. Blok ini mampu menghasilkan minyak sebesar 1.500-2.000 barel per hari itu.

‘’Sedangkan siapa yang melanjutkan pengelolaan Blok Central Sumatera yang produksinya 1.200 hingga 2.000 barel per hari itu, kita serahkan kepada pemerintah untuk memutuskannya,’’ ungkap Elan.

Sementara Ketua Komisi B DPRD Provinsi Riau Tengku Rusli Ahmad menegaskan, untuk mendapatkan Blok Siak, Bupati dan Gubernur Riau harus bersatu atas nama masyarakat Riau membicarakan bahwa Riau mampu mengelola Blok Siak. Menurutnya, jika ada iktikad baik dari pemerintah pusat, maka Blok Siak itu harus diserahkan kepada Riau untuk dikelola Riau sendiri.

‘’Pemerintah yaitu bupati-bupati dan Gubernur Riau harus bersatu dan membicarakan bahwa Riau siap untuk mengelola Blok Siak ini untuk kemajuan Riau,’’ kata Rusli Ahmad.

Disebutkan Rusli Ahmad, daerah Blok Siak ini terletak di Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar dan Kabupaten Rokan Hulu.

‘’Para Bupati di tiga kabupaten itu harus bersatu dengan gubernur. Awalnya Blok Siak ini dikelola oleh BUMD provinsi, setelah mendapatkan Blok Siak, baru bupati dan gubernur membicarakan keterlibatan BUMD kabupaten di tiga kabupaten itu. Jangan berebut dan pecah atau saling mengklaim mampu mengelola Blok Siak ini,’’ kata Rusli Ahmad.

Ke depannya, BUMD provinsi bisa melibatkan BUMD kabupaten untuk saling maju.

‘’Untuk pengelolaan di daerah Rokan Hulu dilibatkan BUMD Rohul, untuk pengelolaan di daerah Kampar dilibatkan BUMD Kampar, untuk di Siak dilibatkan BUMD Siak. Tapi bersatu dulu atas nama Riau,’’ kata Rusli Ahmad.

Soal apakah BUMD Provinsi Riau bisa dan mampu mengelola Blok Siak, Rusli Ahmad mengatakan, ada BUMD provinsi yang kemajuannya pesat.

‘’BUMD provinsi itu seperti SPR (mengelola Blok Langgak, red) sudah spesifik mengelola minyak. Dari hasil 330 barel kini sudah 800 barel per hari. SPR juga tidak menyusu lagi ke APBD. Dari awal modal Rp45 miliar lebih, kini asetnya sudah Rp113 miliar. Ini tentunya memperlihatkan kemampuan manajemen dalam mengelola minyak,’’ kata Rusli Ahmad.

Jadi, lanjutnya, Riau harus bersatu. Gubernur dan bupati berangkat ke Jakarta untuk membicarakan itu dengan Menteri ESDM, ceritakan bahwa Riau mampu. Jika tidak bersatu, maka pemerintah pusat akan ragu dan bisa saja memperpanjang lagi.

‘’Informasinya para bupati saling berebut, mengklaim mereka mampu sehingga pusat jadi ragu. Nanti ujung-ujungnya diperpanjang dan merugikan masyarakat Riau apabila kita tidak bersatu,’’ kata Rusli Ahmad.(egp/rul/yud)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook