EKONOMI-BISNIS

Oktober Ekonomi Diperkirakan Akan Kembali Alami Deflasi

Ekonomi-Bisnis | Senin, 19 Oktober 2015 - 08:52 WIB

Oktober Ekonomi Diperkirakan Akan Kembali Alami Deflasi
ilustrasi

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Beberapa fenomena cukup menarik untuk diamati pada ekonomi Indonesia dalam beberapa bulan terakhir. Diantaranya adalah terjadinya deflasi (inflasi negatif) dalam dua bulan terakhir. Selama ini inflasi sering kali menjadi karena cerminan dari kenaikan harga barang-barang.

Hanya saja jika daya beli masyarakat kuat, justru akan menunjang laju pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya terjadinya deflasi, tidak selalu menggembirakan karena bisa jadi disebabkan oleh melemahnya kesanggupan beli, sehingga mau atau tidak memaksa barang-barang dijual dengan harga lebih rendah. Akibatnya, laju pertumbuhan ekonomi akan melambat.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo menyebut ada potensi deflasi terjadi bulan ini. Berdasar survei, potensi deflasi pada Oktober didukung sejumlah volatile (fluktuasi harga) food yang turun harga.

’’Itu satu tambahan keyakinan kita nanti sampai akhir tahun inflasi di kisaran 4 persen. Bahkan bisa kurang dari 4 persen,’’ ujarnya di Jakarta akhir pekan lalu. Menurut dia, penurunan harga volatile food bakal mendorong deflasi 0,09 persen pada Oktober. Angka tersebut lebih tinggi daripada deflasi pada September lalu.

Seperti diberitakan, turunnya sejumlah harga bahan pangan serta biaya transpor pada September mengakibatkan deflasi 0,05 persen. Penurunan harga bahan pangan diperkirakan masih berlanjut pada Oktober.

Selain itu, tren inflasi Oktober dalam beberapa tahun belakangan tercatat beragam. Pada Oktober 2011, terjadi deflasi 0,12 persen, kemudian inflasi pada 2012 sebesar 0,16 persen. Setelah itu, inflasi rendah pada Oktober 2013 sebesar 0,09 persen dan tercatat 0,5 persen pada Oktober tahun lalu.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung menjelaskan bahwa perkiraan deflasi 0,09 persen pada Oktober terutama dipengaruhi penurunan harga daging ayam dan bawang merah.

Didukung pula penundaan penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) rumah tangga berdaya 1.300 VA dan 2.200 VA serta pemberian diskon 30 persen tarif TTL pada industri.

’’Survei sampai minggu kedua Oktober memang deflasi 0,09 persen. Terutama disumbang volatile food. Ini yang bisa dimonitor secara langsung. Untuk inflasi inti, kan tidak banyak komoditas yang kita survei,’’ kata dia.

Sebelumnya, BI menyatakan bahwa membaiknya beberapa indikator ekonomi sepanjang kuartal III 2015 membuat  bank sentral memiliki sejumlah alasan untuk melakukan pelonggaran kebijakan moneter. Agus mengisyaratkan  bahwa pihaknya mempunyai ruang untuk penurunan suku bunga acuan (BI rate).

Agus mengungkapkan, perkembangan baik tersebut didasarkan pada inflasi yang rendah. Otoritas moneter itu yakin inflasi pada akhir tahun akan sesuai dengan target sasaran, bahkan bisa lebih rendah daripada target BI. Yakni, 4 persen plus minus 1 persen.

Selain itu, perkiraan pertumbuhan ekonomi triwulan ketiga tahun ini diyakini mampu berada di level 4,85 persen. Proyeksi tersebut naik jika dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan pertama dan kedua tahun ini yang masing-masing 4,7 persen dan 4,67 persen.

’’Kekhawatiran dunia bahwa Indonesia akan melambat seperti Brasil, Rusia, Afrika Selatan, ataupun Turki ternyata tidak terbukti. Kita harus berjuang agar triwulan empat bisa lebih baik,’’ tuturnya. (dee/c14/oki)

Laporan: JPNN

Editor: hasan hanafi









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook