JAKARTA (RP) - Mabes Polri dinilai telah menyiapkan jebakan dalam penyerahan berkas kasus simulator SIM ke KPK.
Jebakan berupa cacat prosedur tersebut berpotensi menyebabkan risiko hukum bagi KPK.
Menurut pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar, penetapan dua tersangka kasus simulator SIM yakni Kompol Legimo dan AKBT Teddy Rusmawan merupakan ranjau yang disiapkan Polri. Pasalnya, dalam kasus yang disidik KPK, keduanya belum ditetapkan sebagai tersangka.
‘’Kalau semua berkas diserahkan ke KPK dan KPK menerima, lantas ternyata dalam penyidikan KPK keduanya tidak layak jadi tersangka, nanti tanggung jawab siapa?’’ tutur dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) di Jakarta, Jumat (18/10).
Hal ini disebabkan KPK tidak memiliki wewenang menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) seperti yang dimiliki Polri.
Padahal, dengan pengalihan penyerahan kewenangan penyidikan dan pelimpahan berkas perkara simulator SIM dari Mabes Polri ke KPK, artinya seluruh tanggung jawab hukum terkait penyidikan kasus tersebut ikut beralih ke KPK.
‘’Kalau sudah diserahkan ke KPK, ya KPK yang tanggung jawab, kalau tidak ada sortir seleksi sejak awal,’’ jelasnya.
Bambang menyarankan KPK memilah kasus yang akan diperiksa sehingga hanya kasus korupsi saja yang diambil alih. Sementara, tindak pidana umum tetap diserahkan ke Polri.
‘’Itu yang harus diputuskan oleh KPK sebelum perkaranya digelontorkan,’’ terangnya.
Koalisi Masyarakat Sipil mengakui ada jebakan berupa cacat prosedur yang dilakukan Polri. Selain menahan tersangka yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Polri melanggar pasal 50 ayat 3 dan 4 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Selain itu, penahanan yang dilakukan terhadap para tersangka ketika belum ada hasil audit kerugian negara dari BPK berpotensi menyebabkan para tersangka bebas demi hukum.
‘’KPK harus memiliki Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat Polri. Sidik secara normal saja, cari bukti keterlibatan mereka. Jangan terjebak kanalisasi Polri dengan menetapkan keduanya jadi tersangka sehingga nanti diputus bebas,’’ ujar peneliti ICW Donal Fariz.
Polri secara sepihak menahan Brigadir Jenderal Pol Didik Purnomo (Waka Korlantas Polri nonaktif), Budi Susanto (Presiden Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi) dan Sukotjo Bambang (Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia). Padahal, ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sebelum Mabes Polri menyidik kasus tersebut.
Bareskrim Mabes Polri juga telah menetapkan Ajun Komisaris Besar Polisi Teddy Rismawan dan Kompol Legimo. Dua nama terakhir belum ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Berbeda dengan tiga nama sebelumnya, Polri menjerat kedua pamen di Korps Lalu Lintas ini dengan tindak pidana umum, bukan tindak pidana korupsi.
‘’Apakah Legimo dan Teddy akan dijadikan tersangka, ya terserah KPK. Namun, kita berharap KPK tidak menelan mentah-mentah hasil penyelidikan polisi,’’ terangnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan kalau pelimpahan berkas tersebut harusnya tidak membutuhkan waktu lama. Apalagi, kalau dasarnya menggunakan UU KPK, tinggal membuat berita acara. ‘’Sudah jelas di pasal 50 (UU 30/2002 tentang KPK, red), gunakan berita acara. Selesai,’’ ucapnya.
Dia yakin hal itu bisa mempersingkat waktu pengalihan berkas kasus simulator SIM karena sudah dikomunikasikan dengan ahli pidana, Profesor Eddy Hiariej dari UGM Jogjakarta. UU KPK, lanjutnya, tidak seribet kalau menggunakan KUHAP karena bersifat lex specialis. Di samping itu, perintah Presiden juga dianggapnya sudah jelas.
‘’Kata kuncinya, penyidikan tunggal dan tidak dipecah diserahkan ke KPK,’’ ucapnya. Meski tidak menjelaskan apakah titah presiden memiliki batasan waktu, Denny juga tidak menyebut kalau polisi bersikap lambat. Sebab, dia melihat polisi, KPK, dan kejaksaan sudah dan sedang melakukan kordinasi. (dim/jpnn/ila)