JAKARTA (RP) - Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan khusu dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan dukungan pada fatwa Nahdatul Ulama hasil Musyawarah Nasional PBNU untuk menghukum mati koruptor.
Juru Bicara KPK, Johan Budi mengatakan, pemikiran ulama NU itu bersinergi dan sejalan dengan keinginan lembaga pimpinan Abraham Samad tersebut, guna membuat jera pelaku tindak pidana korupsi.
"Saya kira Apa yang ada dalam pemikiran ulama NU sangat sinergi atau sebangun dengan keinginan KPK untuk efek jera, salah satu hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi," kata Johan Budi Selasa (18/9) di gedung KPK.
Namun demikian, lanjutnya, penerapan hukuman sebagai efek jera bagi koruptor harus tetap ada tingkatan sesuai dengan kadar korupsi agar seorang koruptor bisa dihukum mati. Langkah itu menurutnya akan memberi efek jera karena perilaku korup di Indonesia saat ini sudah sangat kronis.
KPK mengklaim bahwa langkah memberikan efek jera sudah mulai dilakukan dengan memborgol setiap pelaku korupsi saat penangkapan. Kemudian mengenakan baju tahanan KPK. Terakhir mulai dilakukan upaya memiskinkan koruptor dengan penggunaan pasal 18 UU Tipikor.
"Ini akan diinovasi terus. Untuk bisa menjerakan pelaku korupsi. Termasuk hukuman mati," tuturnya.
Meski mendukung hukuman mati bagi koruptor, KPK menyadari bahwa untuk mewujudkannya perlu dilakukan revisi terhadap Undang-undang. Sedangkan kewenangan itu tidak berada di KPK, melainkan pada eksekutif dan legislatif.
"Komitmen ini jangan hanya retorika, jangan hanya slogan belaka. Misalnya koruptor dituntut 10 tahun, tapi divonis 5 tahun, setelah dihukum dapat remisi. " tambahnya.(Fat/jpnn)