Industri Farmasi Dibanjiri Alkes Impor

Ekonomi-Bisnis | Kamis, 18 Oktober 2018 - 14:43 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Indonesia mencatat peralatan rumah sakit domestik mayoritas impor. Itu terjadi menyusul keterbatasan bahan baku lokal. Alasannya, bahan baku dalam negeri belum memenuhi standar mutu untuk keperluan medis. 

Tak pelak kondisi itu memicu gelombang imor alat-alat medis. Tidak kurang 92 persen, alat-alat kesehatan didatangkan dari manca negara. Nah, untuk mengtasi ketimpangan itu dengan mempercepat instruksi presiden nomor 6 tahun 2016 (Inpres 6/2016) untuk akselerasi industri alat-alat kesehatan. 

”Kami juga mengambil peran untuk meningkatkan produk dan alat kesehatan dalam negeri,” tutur Ketua Umum Gakeslab Indonesia Sugihadi di Jakarta, Selasa (16/10).
Baca Juga :26 PPPK Tenaga Teknis Pemkab Meranti Terima SK

Sugihadi menjelaskan, Inpres 6 tahun 2016 tentang percepatan pengembangan Industri Farmasi dan alat kesehatan telah diterapkan anggota Gakeslab. Itu dilakukan dengan merintis industri berbasis dalam negeri. Di mana, 10 dari 411 anggota Gakeslab sudah mulai memproduksi alat-alat kesehatan di dalam negeri.

Selama ini, alat-alat kesehatan impor cukup beragam. Mulai berharga mahal dan berukuran besar hingga komponen pendukung layanan kesehatan sederhana. Namun, dari sekian banyak alat-alat kesehatan, beberapa telah diproduksi di Indonesia. Misalnya, alat sterilisasi portable, disposable gown, mesin anestesi, jarum, dan benang. 

”Industri alat kesehatan ini memang spesifik, tidak seperti barang-barang lain, harus memenuhi standar mutu, kualitas, dan keamanan. Untuk industri dalam negeri, yang diproduksi sangat-sangat sederhana,” tambah Sekjen Gakeslab Randy Teguh.

Tantangan mengembangkan industri alat kesehatan dalam negeri, selain keterbatasan bahan baku, juga layanan perizinan. Untuk mendirikan pabrik, proses pengurusan perizinan butuh waktu 2-3 tahun. Dari pembentukan PT sampai izin produksi, butuh 24-36 bulan. ”Kami tengah menunggu hasil proses OSS, apakah benar-benar berdampak pada kelancaran perizinan untuk pendirian pabrik,” tegas Randy.

Randy berharap, pemerintah menaruh perhatian lebih terhadap industri alat kesehatan domestik. Maklum, hingga saat pelaku industri alat-alat kesehatan belum bisa menikmati insentif pemerintah salah satunya tax holiday. Misalnya, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk mendapatkan izin 3 jam rampung, investasinya harus Rp100 miliar. ”Padahal, industri alat kesehatan itu mungkin maksimum Rp45 miliar-Rp50 miliar, sehingga tidak dapat ke sana,” kesah Randy.(dew/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook