JAKARTA (RP) - Kendati nilai ekspor produk industri merangkak naik, namun daya saing produk Indonesia masih lemah.
Bahkan jika dibanding dengan negara Asean, peringkat Indonesia masih jauh di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Dirjen Berbasis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengatakan, saat ini di dunia daya saing Indonesia ada di peringkat 46 atau turun dari tahun sebelumnya yakni 44.
Jika dibanding dengan negara Asean lainnya Indonesia masih tertinggal jauh dengan Singapura di peringkat kedua, Malaysia ke 26, dan Thailand ke 38.
“Daya saing ini sangat penting sebab sebentar lagi pasar bebas Asean akan segera diberlakukan,” terangnya.
Panggah mengungkapkan penyebab penurunan peringkat daya saing Indonesia itu bisa faktor dari dalam atau luar negeri. Faktor dari dalam bisa disebabkan oleh biaya produksi yang tinggi dan rendahnya kualitas produk.
Sedangkan faktor dari luar bisa berupa aturan-aturan tertentu yang dibuat oleh negara lain sehingga menghambat produk Indonesia masuk ke pasar.
Sementara itu Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi berpendapat, daya saing Indonesia semakin melemah lantaran pengusaha harus dibebankan dengan tingginya biaya produksi.
Pemerintah telah mengeluarkan regulasi yang kian memberatkan bebab pengusaha. Mulai dari peningkatan tarif dasar listrik, upah, hingga BBM.
“Akibatnya harga jual produk Indonesia tinggi. Produk Indonesia kalah dibanding produk dari Cina yang lebih murah. Tidah hanya di luar bahkan di dalam negeri produk Indonesia masih kalah dibanding produk impor,” terangnya.
Sebenarnya pihaknya tidak keberatan dengan ketetapan pemerintah itu, asalkan diimbangi dengan pembangunan infrastruktur yang memacu produktifitas. Misalkan saja prasarana logistik seperti pelabuhan dan alat angkut.
Sebagai negara kepualauan, saat ini pelabuhan Indonesia belum memadai.
Dengan minimnya kapasitas pelabuhan itu, lanjutnya tidak heran, proses tunggu bongkar muat memakan waktu yang cukup lama, yakni sekitar delapan hari. Itu sangat menghambat perdagangan dalam negeri.
“Semoga saja dengan berkurangnya subsidi BBM, anggarannya bisa dialihkan ke pembangunan infrastruktur. Kita lihat saja nanti apakah lebih baik atau semakin buruk,” ucapnya.(jpnn)