JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Upaya kesepakatan "berdamai" antara Amerika Serikat dan Tiongkok terkait perang dagang diprediksi memberi angin segar bagi negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sebab, selama ini, negara berkembang ikut terkena dampak dari situasi ekonomi global yang tak menentu akibat perang dagang. Secara umum, kabar positif tersebut diyakini akan mendatangkan peluang, namun ada beberapa catatan yang dianggap masih perlu diperhatikan bagi Indonesia.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Iman Pambagyo, mengaku Indonesia belum boleh terlena dengan "kemesraan" yang ditunjukkan oleh Amerika Serikat dan Tiongkok. Pasalnya, kesepakatan tersebut masih merupakan fase awal yang konsistensi pelaksanaannya masih patut diperhatikan.
"Tentu ini tetap saja menjadi perkembangan yang baik. Tapi dampaknya pada negara lain termasuk Indonesia kemungkinan besar tidak instant," ujar Iman, saat dihubungi Jawa Pos, Ahad(15/12/2019).
"Belum ada jaminan bahwa perkembangan ini akan langgeng. Padahal dunia bisnis perlu kepastian," katanya lagi.
Menurut Iman, selama berlangsungnya perang dagang oleh kedua negara, Amerika Serikat dan Tiongkok saling berbalas tarif pada berbagai sektor. Sehingga, tetap akan membutuhkan waktu sampai beberapa bulan untuk bisa membawa dampak positif.
Bagi Indonesia sendiri, lanjut Iman, langkah terbaik adalah tetap "on track" pada roadmap pengembangan ekonomi domestik, penguatan investasi, dan pengembangan ekspor.
Pemerintah dan pelaku usaha tetap harus menggenjot kinerja tahun depan, dengan asumsi bahwa ekonomi global masih dalam situasi yang tidak menentu.
Saat genderang perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok ditabuh, Indonesia sebagai emerging market, mendapat ancaman sekaligus peluang menghadapi kondisi tersebut.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core), Piter Abdullah, menjelaskan, perang dagang bisa menjadi ancaman karena Tiongkok sebagai salah satu produsen manufaktur terbesar di dunia, akan mengalihkan ekspornya pada negara selain Amerika Serikat.
Sehingga Asia Tenggara termasuk Indonesia pun akan rawan kebanjiran impor. Namun di sisi lain, lanjut Piter, ada juga peluang Indonesia untuk bisa meningkatkan ekspor dengan mengisi pasar kemitraan antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
Misalnya, dengan meningkatkan volume impor tekstil ke pasar Amerika Serikat yang semakin kesulitan mendapat pasokan dari Tiongkok. Sisi positif lainnya, Indonesia jadi punya lecutan untuk memperbaiki struktur ekonomi agar tak goyah saat ekonomi global bergejolak.
Dengan adanya kesepakatan antara Amerika Serikat dan Tiongkok, menurut Piter, hal tersebut tetap menjadi hal yang sangat positif.
"Sebab, secara teori perang dagang tak pernah benar-benar memberi keuntungan. Baik bagi negara besar yang sedang berperang, begitu pula dengan negara menengah yang terdampak," ujarnya.
Sumber : Jawa Pos
Editor : Rinaldi