EKONOMI-BISNIS

Perpanjangan Kontrak Freeport, Tunggu 2019

Ekonomi-Bisnis | Sabtu, 17 Oktober 2015 - 10:47 WIB

Perpanjangan Kontrak Freeport, Tunggu 2019
foto: dok.jpnn

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -  Polemik telah disetujuinya perpanjangan kontrak kerja (KK) PT Freeport Indonesia untuk terus menambang emas dan perak di Papua akhirnya terpatahkan. Adalah Presiden Joko Widodo yang langsung menampik adanya pembicaraan perpanjangan kontrak tersebut.

“Perpanjangan itu (dibahas) nanti dua tahun sebelum 2021. Jadi tunggu 2019. Untuk masalah perpanjangan atau tidak, nanti bahasnya,” ujar pria yang akrab disapa Jokowi itu di kantor Bea Cukai, Jakarta, Jumat (16/10).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Saat ini, kata Presiden Jokowi, yang dibicarakan pemerintah dan Freeport adalah lima permintaan terhadap perusahaan tambang emas itu. Yaitu masalah pembangunan Papua, local content yang digunakan perusahaan tersebut, divestasi, royalti dan industri. Sementara pemerintah mengingatkan Freeport agar tidak mengambil hasil tambang mentah melainkan harus dengan smelter.

“Bicarakan lima itu dulu. Saat ini baru proses. Itu yang kami minta pada Freeport. Sekarang ini masih proses bicara dulu,” tegas Jokowi.

Sebelumnya, dikabarkan Menteri ESDM Sudirman Said menyebut telah membicarakan rencana perpanjangan kontrak dengan Freeport. Padahal batas kontrak karya baru pada 2021. Sehingga sempat menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan.

Bahkan Menko Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli menuntut Freeport bersikap fair dalam menjalankan bisnisnya.Perusahaan Amerika Serikat itu hanya membagi satu persen ke pemerintah Indonesia hasil keuntungan dari pengerukan emas Papua.

"Kami menganggap Freeport harus bayar yang fair lah, karena masa lalu kan tidak fair. Masak hanya satu persen dari tahun 1967 sampai 2014. Ya wajarlah 6,7 persen," ujar Rizal usai rapat kerja di Jakarta, Selasa lalu.

Menurut Rizal, selama ini Freeport juga menggunakan berbagai alasan sehingga tidak terjadi divestasi. Padahal, berdasarkan undang-undang pertambangan yang lama maupun baru mereka harus mleakukan divestasi, dengan menjual sahamnya secara bertahap dan diserahkan kepada pemerintah Indonesia.(flo)

Laporan: JPNN

Editor: hasan hanafi









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook