Kejagung Usut Korupsi di Chevron

Ekonomi-Bisnis | Sabtu, 17 Maret 2012 - 09:30 WIB

JAKARTA (RP) - Proyek bioremediasi alias pengembalian fungsi tanah akibat limbah pertambangan ternyata berpotensi korupsi.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh orang sebagai tersangka proyek yang berada di Riau dengan anggaran 270 juta dolar AS itu. Lima orang dari PT Chevron Pacific Indonesia sedangkan dua lainnya dari kontraktor BP Migas.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

‘’Ada perusahaan minyak yang menganggarkan kegiatan lingkungan dari tahun 2003 sampai 2011. Ada indikasi mengarah ke korupsi dan pekan ini kami tingkatkan menjadi penyidikan,’’ kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Andhi Nirwanto setelah salat Jumat di gedung Kejagung kemarin (16/3).

Lima tersangka dari Chevron adalah Alexiat Tirtawidjaja (AT), Widodo (WD), Kukuh (KK), Endah Rubiyanti (ER) dan Bachtiar Abdul Fatah (BAF). Sementara itu, dua tersangka dari perusahaan lain adalah Ricksy Prematuri (RP) selaku Direktur perusahaan kontraktor PT Green Planet Indonesia dan Herlan (HL) selaku Direktur PT Sumigita Jaya.

Herlan menjadi tersangka berdasar Sprintdik Nomor 26/F.2/Fd.1/03/2012 sedangkan Endah Rubiyanti, Widodo, dan Kukuh dengan Sprintdik Nomor 27.

Untuk tersangka Alexiat Tirtawidjaja, Bachtiar Abdul Fatah, dan Ricksy Prematuri, dasar penetapan mereka adalah Sprintdik Nomor 28. ‘’Negara dirugikan lebih dari Rp200 miliar,’’ kata Andhi.

Kapuspenkum Kejagung Adi Toegarisman menambahkan, proyek bioremediasi merupakan bagian dari proyek kerja sama eksplorasi pertambangan antara PT Chevron dan BP Migas.

Setelah selesai menambang, salah satu proyek yang disepakati adalah bioremediasi untuk menjaga lingkungan bekas limbah tambang. Nah, dalam bioremediasi itu PT Chevron menggandeng PT Green Planet dan PT Sumigita sebagai pelaksana.

Prosesnya ada yang melalui tender dan penunjukkan langsung.

Sistem anggaran dalam proyek tersebut, kata Adi, menggunakan cost recovery. Pelaksana proyek menggarap dulu sebelum nanti biayanya diklaimkan ke BP Migas. Ternyata, kata Adi, tanah bekas limbah tidak digarap. Proyek tersebut fiktif, namun dananya terus diklaimkan ke negara. ‘’Kami sudah menyelidiki ini sejak Oktober 2011,’’ kata mantan kepala Kejati Kepri ini. Pekan depan, kata Adi, para tersangka akan diperiksa.

Setelah itu, pihaknya akan meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit. ‘’Kerugian sebesar Rp200 miliar,’’ kata Adi, adalah perkiraan awal.

Di bagian lain, Vice President Policy, Government, and Public Affairs PT Chevron Pacific Indonesia Yanto Sianipar menampik anggapan Kejagung. Dia menegaskan bahwa proyek tersebut benar-benar dilakukan. Hanya, secara kasat mata memang tidak terlihat karena memproses tanah bekas tambang berbeda dengan proyek umumnya.

‘’Jangan dibayangkan proyek ini seperti banyak orang terus ada kesibukan. Kejagung sudah berkunjung ke sana. Mungkin karena saat itu sedang menunggu proses bakteri hingga tidak terlihat ada aktivitas,’’ katanya.

Yanto menegaskan akan mengikuti semua proses hukum. Lima pegawai akan didampingi pengacara. ‘’Kami akan dampingi mereka karena kami yakin bahwa ini bukan proyek fiktif,’’ tegasnya.  

General Manager Policy, Government, and Public Affairs (PGPA) PT CPI, Usman Slamet juga menambahkan, sampai sekarang CPI masih menunggu surat resmi dari Kejagung terkait hal ini.

‘’Kami belum mendapat surat resmi dari Kejagung. Tentu saja kami belum dapat berkomentar. Kami selalu melakukan hal-hal sesuai ketentuan yang berlaku,’’ katanya.

Ditanya mengenai soal dugaan keterlibatan pejabat Chevron, Usman menjelaskan, pihaknya menunggu proses hukum yang sedang berlangsung. ‘’Kami menghormati apapun keputusan proses hukum,’’ sebutnya.

Sementara BP Migas menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum yang kini sedang dijalankan oleh Kejagung.

‘’Saya kira kita ikuti saja proses hukum yang berjalan,’’ ujar Kepala Humas BP Migas Gde Pradnyana ketika dihubungi Riau Pos, Jumat (16/3) malam. Menurut Gde, pihaknya sudah beberapa kali diminta pihak Kejagung untuk memberikan keterangan terkait dengan proyek bioremidiasi yang dikerjakan oleh PT Chevron tersebut.

‘’Memang kami beberapa kali dimintai keterangan oleh kejaksaan terkait pekerjaan bioremidiasi yang dikerjakan oleh Chevron,’’ ungkapnya.

Kehadiran BP Migas dalam pemeriksaan kata dia, dalam kapasitas memberi keterangan sebagai pengawas dan pengendali kegiatan usaha di sektor hulu Migas sesuai Undang-Undang dan kontrak PSC.

‘’Sekarang penyidikan sedang berlangsung, jadi kita ikuti saja proses hukumnya. Itu memang masih urusannya Chevron dengan pihak ketiga,’’ paparnya. Ditambahkan Gde, dari laporan yang disampaikan oleh PT Chevron, mereka sudah melakukan proses pengadaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sementara pihak BP Migas Sumbagut belum mengetahui informasi penetapan 7 tersangka dalam proyek bioremediasi di PT CPI tersebut.

Kepala Badan Pelaksana (BP) Migas Sumbagut Julius Wiratno dalam pesan pendeknya mengatakan, dirinya tak mengetahui proyek tersebut. Bahkan menurut dia, kasus yang saat ini ditangani Kejagung baru diketahui.

‘’Saya belum dapat laporan tentang kasus ini,’’ kata Julius saat dihubungi Riau Pos, Jumat (16/3) malam.

Menurut Julius, kasus ini belum diterimanya dari BP Migas Pusat. Jika nanti ada pelimpahan berkas dan juga pemberitahuan akan dicek kebenarannya. ‘’Mohon maaf, saat ini saya belum bisa memberi komentar banyak,’’ ujar Julius.(yud/aal/hen/jpnn/ila)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook