RUU Omnibus Law Perpajakan Terdiri dari 6 Klaster Ini

Ekonomi-Bisnis | Senin, 16 Desember 2019 - 21:30 WIB

RUU Omnibus Law Perpajakan Terdiri dari 6 Klaster Ini
Menkeu Sri Mulyani (Dery Ridwansah/JawaPos.com)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membeberkan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Perpajakan berisikan 28 pasal yang sudah mencakup amandemen dari 7 UU yang berkaitan dengan perpajakan. Ketujuh amandemen tersebut diantaranya, Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Kepabeanan, UU Pajak dan Retribusi Daerah, UU Pemerintah Daerah.

"Dari 28 pasal tersebut, terdiri dari 6 klaster isu yang dibahas didalamnya," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (16/12).


Ia menjabarkan, klaster pertama terkait penurunan tarif pajak PPh dan PPh untuk bunga, yang dimaskudkan untuk meningkatkan investasi di Indonesia. Klaster kedua terkait sistem teritorial soal penghasilan dari dividen luar negeri akan bebas pajak asal di investasikan di Indonesia. Juga untuk warga negara asing yang merupakan subjek pajak dalam negeri.

"Kewajiban perpajakannya adalah khusus untuk pendapatan dalam negeri," ucapnya.

Klaster ketiga, lanjutnya, adalah mengenai subjek pajak orang pribadi yang membedakan warga negara asing dan warga negara Indonesia. Di mana untuk orang Indonesia yang tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari, bisa berubah jadi subjek pajak luar negeri jadi tidak bayar pajak di negara Indonesia.

Sedangkan untuk orang asing yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari, akan menjadi subjek pajak dalam negeri dan membayar pajak di Indonesia dari pengahsilan yang berasal dari Indonesia itu yang disebut definisi subjek pajak.

Klaster keempat terkait peningkatan kepatuhan pajak dengan pengaturan ulang sanksi dan imbalan bunganya. Sebab, selama ini sanksi pajak yang diberikan pada pihak yang melakukan pelanggaran adalaj sanksi bunga cukup tinggi sebesar 2 persen sampai dengan 24 bulan, sehingga itu menyebabkan suku bunga menjadi 48 persen.

"Maka sekarang kami gunakan suku bunga yang berlaku di pasar, ditambah sedikit sanksi administrasinya. Sehingga wajib pajak merasa lebih mudah untuk patuh kepada UU," jelasnya.

Klaster kelima terkait ekonomi digital yaitu perpajakan transkasi elektronik yang dibuat sama dengan pajak biasa. Termasuk penunjukkan platform digital untuk memungut PPN dan mereka yang tidak punya kantor fisik atau berbentuk Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia akan tetap bisa dipungut pajak.

Tujuannya adalah sebagai upaya pemerintah untuk dapat mengenakan pajak pada perusahaan digital raksasa yang berlokasi di luar negeri, seperti Netflix, Amazon, Google, hingga Facebook.

"Maka mereka tetap akan bisa kami pajaki dengan menyampaikan pengenaan bagi subjek pajak luar negeri yang tidak berada di Indonesia," kata dia.

Terakhir, klaster keenam berkaitan dengan insentif pajak yakni mengenai tax holiday, tax allowance, super deduction tax, kawasan ekonomi khusus (KEK), PPh surat berharga. Serta bagi pemerintah daerah bisa memberikan insentif pajak daerah.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook