JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pasar saham Indonesia sempat breaksi negatif pekan lalu menyusul ketidakkompakan pemerintah dalam mengambil keputusan kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Kondisi itu menambah parah kepercayaan di pasar modal setelah perekonomian global juga masih belum menunjukkan perbaikan.
Analis pasar modal sekaligus pendiri LBP Institute Lucky Bayu Purnomo menyebut, terdapat informasi yang tidak utuh namun sudah terlanjur dikonsumsi oleh masyarkat. Sehingga, hal tersebut menimbulkan tanda tanya di benak para pelaku pasar.
“Kekhawatiran pasar melihat arus informasi yang dinilai belum utuh karena ada berita kenaikan tapi ngga jadi hal tersebut terlanjur di konsumsi pelaku pasar,” ujarnya kepada jpg, seperti diberitakan Ahad (14/10).
Lucky menuturkan, yang menjadi persoalan adalah sinergi komunikasi antar pemangku kepentingan yang dinilai kurang. “Kalau pada akhirnya BBM naik pelaku pasar satu sikap yang memang harus di terima,” imbuhnya.
Sementara, Ekonom Indef Bhima Yudhistira menyampaikan, kenaikan harga BBM akan memicu naiknya inflasi dimulai pada bulan Oktober hingga Desember yang menjadi puncaknya. “Inflasi yang naik membuat riil return atau laba saham dikurangi inflasi menurun,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, kenaikan harga BBM akan menghambat pertumbuhan ekonomi seiring rendahnya konsumsi rumah tangga. Pengeluaran BBM yang naik akan mengorbankan belanja lain misalnya barang-barang konsumsi. “Prospek emiten sektor consumer goods masih negatif,” tuturnya.
Imbasnya, kata Bhima, pelaku pasar berada dalam posisi hold atau justru melakukan penjualan bersih khususnya asing. Kenaikan harga BBM juga mengkoreksi harga saham beberapa emiten energi.(mys/jpg)