JAKARTA(RIAUPOS.CO)- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit 63,5 juta Dolar AS sepanjang Juli 2019. Defisit neraca perdagangan itu dibukukan dari ekspor Indonesia yang hanya sebesar 15,45 miliar Dolar AS, sedangkan impornya mencapai 15,51 miliar Dolar AS
Berdasarkan data BPS, ekspor Indonesia secara bulanan atau Month to Month (MtM) meningkat 31,02 persen dibandingkan Juni 2019. Dalam waktu sebulan, kinerja ekspor nasional membaik dari 11,79 miliar Dolar AS menjadi 15,45 miliar Dolar AS. Namun secara Year on Year (YoY), ekspor menurun sebesar 5,12 persen.
Adapun peningkatan ekspor bulanan itu disebabkan oleh meningkatnya ekspor migas yang naik dari 746,1 juta Dolar AS menjadi 1,6 miliar Dolar AS atau naik sebesar 115,19 persen. Ekspor nonmigas juga mengalami kenaikan dari 11,04 miliar Dolar AS menjadi 13,84 miliar Dolar AS atau naik sebesar 25,33 persen.
Rinciannya, peningkatan terbesar ekspor migas dipengaruhi oleh meningkatnya ekspor hasil minyak sebesar 148,72 persen menjadi 384,2 juta Dolar AS. Sementara itu, peningkatan ekspor sektor nonmigas, terbesar dipengaruhi oleh ekspor kendaraan dan bagiannya sebesar 302,2 juta (58,75 persen) Dolar AS.
“Tapi ada beberapa komoditas yang menjadi andalan Indonesia mengalami penurunan cukup tajam baik month to month atau year on year. Misalnya, harga komoditas karet, perhiasan atau permata, serta nikel dan perak,” kata Kepala BPS Suhariyanto saat jumpa pers di Kantor BPS, Jakarta, Kamis (15/8).
Nilai impor migas nasional tercatat sebesar 1,75 miliar Dolar AS, mengalami kenaikan sebesar 2,04 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Demikian pula jika dibandingkan Juli 2018 (YoY), mengalami penurunan sebesar 34,29 persen.
Impor nonmigas sebesar 13,77 miliar dolar AS tecatat meningkat sebesar 40,72 persen dibandingkan bulan sebelumnya (MtM). Sedangkan bila dibanding secara tahunan (YoY), menurun 11,96 persen.
Sepanjang Juli 2019, impor besi dan baja mengalami kenaikan paling tinggi di antara golongan barang lainnya, hingga 79,43 persen (MtM). Sedangkan untuk impor migas dipicu oleh meningkatnya impor minyak yang naik 19,11 persen (MtM).
“Jadi, kita lihat perkembangan global itu tidak gampang dan ini dialami semua negara. Perang dagang Amerika-Tiongkok masih terjadi. Karena itu perlu pembenahan dengan berbagai kebijakan,” pungkasnya.
Editor: Deslina
Sumber: Jawapos.co