Taufan: Permintaan Rp1,8 M dari Hasil Pertemuan Empat Orang

Ekonomi-Bisnis | Rabu, 14 November 2012 - 12:24 WIB

Taufan: Permintaan Rp1,8 M dari Hasil Pertemuan Empat Orang
TAUFAN BERSAKSI: Wakil Ketua DPRD Riau Taufan Andoso Yakin memberi kesaksian di depan sidang Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rabu pagi tadi (14/11/2012).(foto aznil fajri/riau pos)

Riau Pos Online-Wakil Ketua DPRD Riau yang berstatus terdakwa Taufan Andoso Yakin menegaskan permintaan uang lelah sebesar Rp1,8 M pertama kali diketahuinya berasal dari hasil pertemuan empat orang yakni Ketua Komisi D DPRD Riau Syarif Hidayat, Wakil Ketua Komisi D DPRD Riau Adrian Ali, Pimpinan PT PP Nanang Siswanto, Pimpinan PT Adhi Karya Dicky Eldianto.

Pertemuan ini kata Taufan berlangsung di rumah dinasnya di Jalan Sumatera Pekanbaru bulan Desember 2011. Penegasan ini disampaikan terdakwa Taufan Andoso Yakin di depan sidang kasus suap dana PON XVIII 2012 Riau di Pengadilan Tipikor Jalan Teratai Pekanbaru, Rabu pagi tadi (14/11).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Keterangan Taufan ini berbeda dengan keterangan Syarif Hidayat yang sudah didengar kesaksiannya beberapa waktu lalu. Di mana menurut Syarif bahwa angka Rp1,8 M itu berasal dari Taufan. Menurut Syarif, Taufan-lah yang memberikan catatan angka Rp1,8 M itu kepada Syarif dan diakui Syarif dia hanya membacakan catatan dari Taufan tersebut.

Sementara dalam sidang terdahulu, saksi dari PT PP Nanang Siswanto dan PT Adhi Karya, Dicky Eldianto menunjuk Syarif Hidayat lah yang meminta "uang lelah" Rp1,8 M.

Sementara terdakwa Lukman Abbas yang dihadirkan dalam sidang Rabu pagi tadi (14/11) membenarkan keterangan Taufan antara lain pertemuan orang berempat tadi. Sementara terdakwa lain yang juga dihadirkan dalam sidang ini adalah Tengku Muhazza menjelaskan bahwa masalah uang lelah Rp1,8 M itu pertama kali didengarnya berasal dari Taufan Andoso Yakin dalam pertemuan kedua yang dihadiri Tengku Muhazza di rumah dinas Taufan di Jalan Sumatera Nomor 1 Pekanbaru pada sekitar Januari 2012. Dalam sidang ini diperdengarkan rekaman pembicaraan Tengku Muhazza dengan M Dunir pada 3 April 2012.

Tengku Muhazza dalam percakapan dengan M Dunir ada menanyakan masalah uang, tapi kata Tengku Muhazza dia menanyakan masalah uang dinas untuk tugasnya sebagai anggota dewan ke luar kota. "Saya menanyakan uang SPPD karena besoknya mau tugas ke luar kota," kata Tengku Muhazza.

Seperti diberitakan media beberapa waktu lalu, Penuntut Umum KPK telah menghadirkan Lukman Abbas ke persidangan dengan status sebagai terdakwa. Lukman didakwa JPU telah ikut terlibat secara bersama melakukan tindak pidana dengan cara memberi suap kepada sejumlah anggota DPRD Riau. Di mana awal mulanya, Lukman Abbas selaku Kadispora Riau. Mengetahui adanya kekurangan dana untuk pembangunan Main Stadium (Stadion Utama) sebesar Rp164.500.665.690.

Untuk menanggulangi kekurangan dana tersebut, terdakwa Lukman Abbas mengusulkan penambahan dana dari APBN yang ditujukan kepada Kemenpora. Dan usulan tersebut disetujui oleh Gubernur Riau, Rusli Zainal.

Selanjutnya, sekitar bulan Februari 2012, terdakwa bersama Rusli Zainal dan SF Haryanto (Kadis PU Riau) berangkat ke Jakarta untuk bertemu dengan anggota DPR RI Komisi X dari Fraksi Golkar, Kahar Muzakir.

Setelah membicarakan tentang usulan penambahan dana dari APBN. Terdakwa Lukman Abbas kemudian diperkenalkan Rusli Zainal kepada Setya Novanto, selaku Ketua Fraksi Golkar di DPR RI. Dalam pertemuan tersebut, Kahar Muzakir meminta kepada terdakwa Lukman Abbas untuk menyiapkan dana sebesar 1.700.000 dalam bentuk dollar AS atau senilai Rp9 miliar lebih. Menurut Kahar Muzakir, dana ini untuk dibagi-bagikan kepada sejumlah anggota DPR RI, agar usulan penambahan dana PON Riau dapat disetujui.

"Permintaan Kahar Muzakir tersebut disampaikan Lukman Abbas kepada Gubri, Rusli Zainal. Dan selanjutnya, terdakwa kemudian mengumpulkan para rekanan yaitu PT Waskita Karya, PT Adhi Karya, PT Orindo Prima, PT Bosowa dan PT PP untuk menyampaikan permintaan Kahar Muzakir dari DPR RI tersebut untuk dapat menyediakan dana, jelas Penuntut Umum KPK.

Akhirnya, terdakwa dengan sepengetahuan Rusli Zainal telah menerima uang dari rekanan tersebut untuk para anggota DPR RI. Atas perbuatan terdakwa selaku pemberi atau menjanjikan uang, terdakwa dijerat dengan Pasal 11 Undang Undang RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.(azf)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook