Pastikan Tujuh Polisi Terlibat

Ekonomi-Bisnis | Minggu, 14 Oktober 2012 - 08:04 WIB

BENGKULU (RP) - Tim Pencari Fakta (TPF) dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyatakan selain Novel Baswedan, juga ada polisi lain yang terlibat dalam penembakkan yang terjadi Februari 2004 lalu tersebut. Hal ini diungkapkan Ketua TPF Kompolnas, Drs. Syafriadi Cut Ali didampingi anggota Kompolnas Dr. M. Nasser, Sp, KK, D. Law, kemarin (13/10).

Syafriadi mengungkapkan setidaknya ada tujuh anggota polisi yang diduga terlibat saat penembakkan terjadi. Anggota polisi tersebut merupakan satu tim yang merupakan bawahan Novel Baswedan yang saat itu menjabat sebagai Kasat Serse Polres Bengkulu.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

"Semua yang diduga terlibat tersebut sekitar enam atau tujuh orang lah, yang jelas ikut pada saat itu,tim tersebut terbag dua tim yang menangkap dan tim yang membawa ke Pantai Panjang" jelas Syafriadi saat konferensi pers di lobi Hotel Horizon kemarin.

Selain itu, kompolnas juga menemukan kejanggalan - kejanggalan saat pengusutan kasus yang diduga dilakukan oleh Novel Baswedan pada 2004 lalu. Diantaranya ada tumpang tindih, ada pengakuan yang tidak sinkron.

"Itu yang perlu kami dalami lagi, diulang lagi dan nanti itu sebagai bahan dalam penjatuhan hukuman, apakah mereka didisiplinkan secara etika kepolisian atau memang diajukan secara pidana, nah itu yang tidak muncul dalam pemeriksaan pada tahun 2004 lalu," ungkap Syafriadi.

Lanjut Syafriadi, sudah banyak bahan yang dikumpulkan, dari pemeriksaan fakta-fakta yang dilakukan Kompolnas, rekam lapangan itu ada tiga hal hasil kesimpulan yang disampaikan Kompolnas.

Pertama, terkait dengan ada tidaknya rekayasa dalam penanganan kasus novel ini. Kedua, apakah benar telah terjadi penganiayaan dan penembakan terhadap tersangka pencuri sarang burung wallet oleh personil Sat Reskrim Polres Bengkulu tahun 2004.

Dan ketiga, ketidakprofesionalan para personil di Polda Bengkulu di dalam penyidikan terhadap kasus yang dituduhkan kepada anggota Polri yang melakukan penganiayaan sehingga itu membuat bias di dalam penjatuhan hukuman disiplinnya. itu ada yang tumpang tindih, ada yang ketidaksamaan, tidak ada hubungan satu sama lain, dan sebagainya.

Hingga saat ini belum bisa dipastikan mengenai apakah kasus Novel ini direkayasa atau tidak, Syafriadi menuturkan hal tersebut belum bisa disimpulkan mengingat pihaknya akan terlebih dahulu melakukan rekontruksi dan masih perlu dilakukan pendalaman.

"Hari ini memang belum menyimpulkan apapun juga, nanti setelah dikumpulkan banyak data, informasi, telah dilakukan pemeriksaan dan mencari keterangan dari banyak orang baik yang terlibat, ikut serta, mengetahui permasalahannya, maupun tidak ikut serta tapi ada disana saat kejadian, semuanya sudah dimintai keterangan," sambung Dr. M. Nasser, Sp, KK, D. Law

Kompolnas enggan menyampaikan isi kesimpulan dari temuan yang mereka dapatkan selama tiga hari berada di Bengkulu. Menurutnya, hal tersebut harus dirembukkan dengan anggota komponas yang lain yaitu, Hamidah Abdurrachman, dan Edi Saputra Hasibuan yang sudah lebih dulu terbang ke Jakarta. Hal tersebut guna melakukan sinkronisasi pemeriksaan. "Kemudian itu akan dilaporkan saat  Pleno di pusat," ujarnya.

Sementara itu menjawab pertanyaan wartawan mengenai keinginan pengacara Kompol Novel untuk menghentikan kegiatan yang dilakukan oleh Kompolnas.

Dijelaskan Nasser, bahwa Komponas itu berdasarkan Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara dan kemudian diatur lagi oleh Perpres nomor 17 tahun 2011 tentang tugas fungsi dan wewenang kompolnas maka Kompolnas itu memilikki fungsi dan wewenang untuk mengawasi kinerja sebagai pengawas eksternal Polri untuk melihat kinerja, integritas anggota dan pejabat Polri.

Dalam konteks ini, kalau ada anggota dan pejabat  Polri melakukan kegiatan tindakan kepolisian yang kemudian dianggap bertentangan dengan standar operasional prosedur (SOP),bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, bertentangan dengan aturan Kapolri, dan sebagainya Kompolnas itu punya fungsi dan kewenangan untuk melihat hal tersebut.

"Selanjutnya mencari dimana ada masalahnya, kemudian memberitahu Kapolri dan itu sudah kami lakukan," tegas Nasser kemarin.

Menurut Nasser, tidak ada hak siapapun juga termasuk pengacara Novel untuk melarang Kompolnas, kecuali rapat pleno kompolnas yang tidak mengizinkan. "Ini sebetulnya dalam rangkaian kegiatan menjalankan amanah UU yang jelas fungsi dan wewenang kompolnas masih ada disana. Bahwa ada tim independent monggo kompolnas tidak keberatan," ungkapnya.

Sementara itu, saat ditanya juga sanksi yang diterima oleh Polda Bengkulu jika memang kasus Novel ini direkayasa menurut Kompolnas itu bukan wewenang mereka untuk memutuskan. Ditambahkannya, bahwa hasil yang mereksa temukan di Bengkulu akan dilaporkan ke Ketua Kompolnas yang juga Menko Polhulkam RI, Djoko Suyanto.

Sementara itu, terkait hasil ivestigasi dari pengacara Novel yang menyebutkan bahwa kasus ini terkesan direkayasa dibantah keras Kabid Humas Polda Bengkulu AKBP Hery Wiyanto, SH.

Menurutnya, selain pihaknya belum menerima secara tertulis terkait temuan tersebut. Pihaknya juga tidak mungkin melakukan rekayasa terhadap kasus tersebut. "Kami belum menerima secara tertulis, itu sesuai fakta yang ada di lapangan, nggak mungkin kami merekayasa," ujar Hery saat dihubungi Radar Bengkulu (Grup JPNN) tadi malam. (zie)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook