Riau Pos Online - PT Pertamina (Persero) menargetkan penguasaan pasar petrokimia nasional hingga 80 persen pada 2025. Ini diyakini dapat tercapai melalui kerja sama dengan perusahaan-perusahaan nasional dan multinasional. Pada tahap awal, perusahaan migas milik pemerintah ini akan merealisasikan proyek pembangunan naphta cracker berkapasitas 1 juta ton per tahun dengan hasil produksi berbagai macam produk petrokimia unggulan.
"Proyek tersebut diperkirakan bakal memerlukan investasi tidak kurang dari USD 5 miliar," kata Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya di Jakarta, Rabu (12/12).
Merealisasikan rencana itu, Pertamina telah meneken nota kesepahaman (MoU) dengan 3 perusahaan petrokimia multinasional, yakni SK Global Chemical, PTT Global Chemical, dan Mitsubishi Corporation, yang merupakan perusahaan petrokimia terkemuka di kawasan Asia.
Dalam 4 bulan sejak ditekennya MoU, Pertamina bakal menetapkan salah satu di antara ke-3 perusahaan yang memenuhi kriteria, terutama kemampuan dan kekuatan di bidang teknologi, jaringan bisnis, dan finansial, sebagai mitra usaha patungan untuk pembangunan naphta cracker.
"Kilang Naphta Cracker ini ditargetkan dapat beroperasi pada 2017 dengan produksi Ethylene 250 ribu ton per tahun, Polyethylene 400 ribu ton per tahun, Polypropylene 350 ribu ton per tahun, dan PVC 200 ribu ton per tahun," urai Hanung.
Pertamina dan mitra terpilih selanjutnya akan melakukan feasibility study (FS) yang akan tuntas pada akhir 2013. Penandatanganan dan peresmian perusahaan patungan untuk membangun kilang petrokimia yang akan menandai kebangkitan kedua industri petrokimia nasional setelah 1970-an ini akan dilakukan pada Desember 2013.
Hanung mengemukakan, dalam kerja sama ini, Pertamina menetapkan kepemilikan saham minimal dalam perusahaan patungan sebesar 51 persen. "Pertamina mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah dan kami berkomitmen tinggi untuk merealisasikan proyek ini sebagai bentuk dukungan kepada pemerintah untuk mengurangi ketergantungan industri nasional terhadap impor petrokimia," ujarnya.
Saat ini, impor produk petrokimia ditaksir mencapai sekitar USD 5 miliar per tahun. Sedangkan, Pertamina sejauh ini baru memasok sekitar 10 persen dari total kebutuhan petrokimia nasional. "Setelah naphta cracker tersebut terbangun, kami menargetkan untuk dapat menguasai 30 persen pangsa pasar pada 2017,di mana pada saat itu pasar petrokimia nasional diperkirakan akan mencapai USD 30 miliar," kata dia.
Pada tahap selanjutnya ditargetkan penguasaan pasar petrokimia menjadi 80 persen pada 2025. Dengan dukungan bahan baku yang bersumber dari alam Indonesia, kapasitas Pertamina selaku pemilik aset kilang terbesar di Asia Tenggara, serta kerja sama dengan mitra terbaik, Hanung yakin target tersebut bakal tercapai.
Sebelum naphta cracker itu beroperasi, perusahaan patungan Pertamina dan mitra akan bekerja sama melakukan kegiatan pemasaran produk petrokimia di pasar domestik dan regional. "Dengan peran Pertamina itu, diharapkan pasar produk petrokimia, khususnya domestik, lebih kompetitif dan efisien dengan keandalan pasokan yang lebih terjamin," katanya. (lum/jpnn)