JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Bank Pembangunan Asia (ADB) menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia dari 5,9 persen menjadi 6 persen pada 2018 dan 2019. Pertumbuhan ekspor yang cukup besar membuat ekonomi sejumlah negara di kawasan Asia menggeliat. Ekonomi Indonesia diprediksi tumbuh 5,3 persen. Lebih tinggi daripada tahun lalu yang hanya 5,1 persen.
Khusus untuk Indonesia, selain ekspor, investasi pada proyek-proyek strategis merupakan pendorong kuat ekonomi tahun ini. ’’Manajemen makroekonomi Indonesia yang kuat dan reformasi struktural telah mendorong momentum investasi,’’ kata Kepala Perwakilan ADB untuk Indonesia Winfried Wicklein dalam rilis Asian Development Outlook (ADO) 2018, Rabu (11/4).
Winfried menambahkan, belanja modal yang cukup tinggi dari pemerintah amat membantu kesenjangan infrastruktur. Karena itu, laju investasi diperkirakan terus meningkat. ’’Hal ini didorong sentimen bisnis yang positif dari reformasi struktural bersama dengan percepatan sejumlah proyek strategis nasional,’’ jelasnya.
Menguatnya perdagangan global dan harga komoditas internasional yang lebih tinggi pada 2017 akan membantu mengurangi defisit transaksi berjalan ke 1,7 persen dari produk domestik bruto (PDB). Namun, pertumbuhan ekspor tahun ini diprediksi melambat. Sebaliknya, impor tetap kuat. Penopangnya adalah permintaan barang modal. ’’Karena itu, defisit transaksi berjalan diperkirakan sedikit meningkat pada 2018 dan 2019,’’ ujarnya.
Secara eksternal, kata Winfried, risiko terhadap proyeksi perekonomian Indonesia mencakup laju perkembangan kebijakan moneter di negara maju dan ketegangan perdagangan internasional. Dari sisi domestik, perekonomian Indonesia berpotensi menghadapi kekurangan pendapatan dan terlambatnya pengeluaran.
’’Berlanjutnya upaya reformasi struktural di Indonesia dapat membawa pertumbuhan yang lebih inklusif. Yang menjadi prioritas dari upaya tersebut. Antara lain, investasi infrastruktur, pengembangan pendidikan dan keterampilan, serta reformasi iklim investasi,’’ paparnya.(ken/vir/c14/sof/jpg)
Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pemerintah bakal melakukan pengelolaan ekonomi secara seimbang. ’’Kalau kita lihat, momentum pertumbuhan ekonomi, terutama dari konsumsi, akan tetap dijaga di atas 5 persen,’’ tuturnya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menuturkan, tren harga komoditas tahun depan bisa lebih rendah daripada tahun ini, khususnya batu bara dan CPO. Kemudian, potensi meluasnya perang dagang juga memengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Selain itu, Pilpres 2019 membuat sebagian pengusaha menahan ekspansi karena khawatir dengan risiko politik.
’’Sikap wait and see ini harus diantisipasi pemerintah dengan aneka kebijakan seperti menjaga inflasi, mendorong daya beli masyarakat, dan membuat situasi keamanan kondusif,’’ ucapnya.
Namun, kata Bhima, masih ada harapan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dan tahun depan melebihi 5,3 persen. ’’Karena postur anggaran pemerintah tahun depan bisa lebih ekspansif. Percepatan infrastruktur dan belanja politik bakal jadi stimulus ke konsumsi masyarakat,’’ imbuhnya.(ken/vir/c14/sof/jpg)