PEKANBARU (RP) - Kepala Cabang PT Pembangunan Perumahan (PP) Pekanbaru Ir Nugroho dan Asisten Keuangan PT PP Pekanbaru Wagiman menggunakan sandi ‘’sapi besar’’ dan ‘’sapi kecil’’.
Sapi besar digunakan menyebut Stadion Utama dan sapi kecil dijadikan sandi menyebut venue Lapangan Tembak.
Hal tersebut terungkap dalam pemeriksaan saksi dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Krosbin Lumban Gaol SH MH dengan terdakwa Kasi Sarana dan Prasarana Dispora Riau Eka Dharma Putra yang diduga terlibat dalam pemberian suap pada anggota DPRD Riau untuk merevisi kedua Perda tersebut.
Ini seolah mengingatkan kita dengan kasus korupsi Wisma Atlet dengan terdakwa Nazaruddin yang juga menggunakan istilah ‘’Apel Washington’’ dan ‘’Apel Malang’’ untuk menyebut kotak berisi uang.
‘’Wagiman menghubungi saya, lalu memberikan laporan untuk memberikan biaya Rp1,8 miliar untuk sapi besar dan sapi kecil,’’ kata Ir Nugroho.
Nugroho mengatakan bahwa dia hanya mengikuti bahasa yang dibuat oleh Wagiman dan ia mengerti maksud Wagiman. ‘’Wagiman menggunakan bahasa sapi besar untuk menyebut Stadion Utama dan sapi kecil untuk venue lapangan menembak,’’ kata Nugroho.
Namun tidak ada maksud menggunakan sandi tersebut untuk mengelabui pihak lain atas percakapan mereka.
‘’Bahasa itu digunakan Wagiman saat melaporkan bahwa KSO pembangunan proyek Stadion Utama dan venue menembak harus memberikan uang Rp1,8 agar DPRD merevisi Perda sebagai payung hukum dalam proyek tersebut,’’ kata Nugroho.
Sementara, menurut Wagiman, Sandi tersebut awalnya digunakan Wagiman karena mereka sesama pegawai PT PP banyak yang mempunyai usaha sambilan berjualan sapi.
‘’Kami sudah terbiasa berjualan sapi Pak Hakim,’’ kata Wagiman saat ketua majelis menanyakan mengapa ia menggunakan sandi.
Pernyataan tersebut membuat semua audien sidang tertawa, bahkan ketua majelis juga tersenyum. ‘’Saya harus pastikan dulu, apakah saksi-saksi di PT PP ini juga mempunyai rumah potong,’’ kata Krosbin.
Pinjam Uang Proyek Siak IV
Selain itu, Nugroho juga mengakui bahwa dana Rp455 juta yang ditagihkan kepada PT PP dari Rp900 juta yang diminta DPRD Riau, berasal dari pinjaman.
Uang tersebut dipinjam dari KSO PT PP yang mengerjakan pembangunan proyek Jembatan Siak V.
‘’Saya memfasilitasi agar uang itu bisa dipinjam dari KSO PP yang mengerjakan pembangunan Jembatan Siak IV,’’ kata Nugroho.
Disebutkan Nugroho, awalnya ia menolak untuk memberikan dana saat ada permintaan uang dari DPRD. Namun setelah ditimbang dan dipikir, ternyata benar tanpa revisi piutang PT PP yang belum dibayarkan oleh Pemprov Riau tidak bisa dicairkan. Hal itu dilihat Nugroho dari proyek-proyek lain yang sudah dikerjakan sebelumnya.
‘’Rahmat meminta sesuai share dalam KSO, PP hanya dibebani Rp455 juta. Kalau uang tidak diserahkan, revisi Perda tidak ada, maka piutang kami tidak cair,’’ ujar Nugroho.(rul/ila)