JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Mencontoh keberhasilan Jepang menerapkan tabungan pos, Indonesia sedang mempersiapkan hal serupa, yaitu menghimpun dana masyarakat melalui tabungan pos. Dikatakan pos, karena memang, pengumpulan dilakukan melalui kantor pos atau PT Pos Indonesia.
Penggodokan itu dilakukan pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai langkah upaya menutup defisit di APBN. Menurut rencana, tabungan pos itu akan diluncurkan tahun ini.
Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani menyatakan, tabungan pos diharapkan bisa menarik dana masyarakat yang selama ini disimpan di luar sistem keuangan. Dana masyarakat yang terhimpun akan digunakan untuk menutup pembiayaan negara melalui pembelian obligasi pemerintah. OJK saat ini mengkaji batas tabungan, batas penarikan, dan imbal hasil tabungan pos.
PT Pos Indonesia bakal mengelola layanan tabungan pos melalui empat ribu unit kantor tingkat kecamatan di seluruh Indonesia. Karena menyasar masyarakat kelas bawah yang selama ini belum tersentuh layanan perbankan, dana masyarakat yang bisa dihimpun diyakini mencapai ratusan triliun rupiah.
Firdaus mengungkapkan, tabungan pos sudah lazim diterapkan di sejumlah negara. Sejak tahun lalu, Japan Post dan Deutsche Post membantu Bappenas merancang tabungan pos yang sesuai dengan karakter Indonesia.
’’Pangsa pasar tabungan pos di Jepang bahkan mencapai 20 persen dari perbankan. Luar biasa dahsyatnya,’’ ungkap mantan kepala eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tersebut.
Saat ini dana pihak ketiga yang berada dalam sistem perbankan Indonesia mencapai Rp4.500 triliun. Bila tabungan pos di Indonesia berhasil menyamai persentase tabungan pos di Japan Post, potensi dana masyarakat di tabungan pos bisa mencapai Rp900 triliun. Itu berarti seluruh defisit dalam APBN 2015 sebesar Rp222 triliun langsung tertutupi.
Dana publik yang ditempatkan dalam obligasi negara diyakini menopang stabilitas keuangan dalam negeri jika dibandingkan dengan penempatan dana asing jangka pendek yang mengganggu ekonomi. ’’Selama ini kan orang asing yang punya (obligasi negara, red). Kalau masyarakat sendiri yang punya, lebih stabil,’’ jelas Firdaus.(dee/c5/noe)
Laporan: JPNN
Editor: Fopin A Sinaga