JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kejaksaan Agung bakal segera mengeksekusi hukuman denda penggelapan pajak bagi Asian Agri Group (AAG) sebesar Rp2,5 triliun.
Sesuai putusan Mahkamah Agung, batas waktu pembayaran denda tersebut berakhir 1 Februari mendatang. Jika tidak dilunasi sampai deadline berakhir, sita aset akan diberlakukan.
Untuk membuktikan ancamannya, Kejagung menggandeng Kementerian BUMN untuk ikut andil dalam sita aset tersebut. BUMN diminta untuk mengelola aset-aset tersebut jika nanti jadi disita. Terutama, aset yang bersifat produktif.
Jaksa Agung Basrief Arief menyatakan, eksekusi itu didasarkan pada putusan MA Nomor: 2239 K/PID.SUS/2012 tertanggal 18 Desember 2012. Dalam putusan tersebut, MA mengganjar mantan manajer pajak AAG Suwir Laut hukuman penjara dua tahun dengan masa percobaan tiga tahun.
Hukuman percobaan itu diberikan dengan syarat 14 perusahaan yang tergabung dalam AAG membayar denda yang totalnya mencapai Rp2.519.955.391.304. Jumlah tersebut dua kali lipat kewajiban pajak 14 perusahaan itu.
‘’Putusan baru disampaikan kepada yang bersangkutan pada 1 Februari 2013, oleh karenanya kurun waktu satu tahun itu dihitung sejak Februari 2013,’’ ujar Basrief di kantor Kejagung kemarin.
Ia menuturkan, Kejari Jakpus selaku eksekutor sudah menindaklanjuti putusan tersebut dengan memanggil 14 perusahaan pada Maret 2013. Namun, tidak satupun yang bersedia memenuhi panggilan.
Kemudian, panggilan kedua dilakukan Rabu (8/1) lalu. kali ini, yang datang adalah penasihat hukum perusahaan. Ia menyatakan jika ke-14 perusahaan itu merasa keberatan untuk membayar. Selain itu, AAG sedang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan tersebut. Keberatan itu tentu saja ditolak oleh Kejagung.
Menurut Basrief, PK tidak akan mempengaruhi jalannya eksekusi. Jika pihak AAG tidak bisa membayar secara tunai, maka aset akan disita sebagai pengganti.
Saat ini, Kejagung membidik sejumlah aset AAG berupa lahan yang akan disita. Di antaranya lahan seluas 37.848,98 hektare di Sumatera Utara, 31.448,291 hektare di Jambi, dan 98.209,69 hektare di Riau.
Kemudian, 19 pabrik pengolahan sawit di tiga provinsi itu, plus 14 bangunan kantor perusahaan. ‘’Kami perkirakan nilainya sekitar Rp5,3 triliun,’’ lanjutnya. Selain itu, bulan ini juga Kejagung akan mengirimkan tim ke London untuk melacak aset-aset AAG. Informasinya, aset-aset tersebut diagunkan ke bank Swiss.
Sementara itu, Menteri BUMN dahlan Iskan yang kemarin hadir bersama Basrief menyatakan, pihaknya diminta untuk menjaga aset AAG yang akan disita. Tujuannya, aset sitaan itu tidak terlantar dan kelangsungan pekerjaan di lahan perkebunan tetap terjaga.
‘’Agar karyawannya tetap bekerja, manajemennya tetap bekerja, kemudian kenbun-kebun yang plasma tetap bekerja, pabrik-pabrik kelapa sawit tetap bekerja,’’ ujarnya.
Untuk mengelola lahan tersebut, BUMN akan mengerahkan beberapa PTPN yang berada di ketiga provinsi itu. Dahlan mengatakan, PTPN tidak akan melakukan perubahan apapun terhadap lahan maupun pengelolaannya.
Pihaknya hanya menjaga agar aktivitas di lahan tersebut tetap berjalan normal, karena yang diambil alih hanya status kepemilikannya.
Menurut dahlan, pihaknya sebenarnya berharap AAG bersedia membayar denda secara tunai seperti yang tertulis di putusan MA.
Namun, jika ternyata akhirnya Kejaksaan menyita lahan sebagai pengganti dan pengelolaan diserahkan kepada pihaknya, maka itu akan menjadi terobosan baru.
Selama ini, yang sering terjadi adalah kejaksaan mengelola sitaan sementara waktu sampai adanya proses lelang. Akibatnya, tidak sedikit barang maupun aset yang disita rusak.
Berbeda halnya jika pengelolaan barang sitaan diserahkan ke pihak yang membidangi. Karena dengan demikian barang-barang sitaan itu tidak akan rusak, tidak akan merosot (nilainya), hilang, dan seterusnya, tapi akan terjaga dengan baik.(byu/jpnn)