BANKIR SWASTA KECEWA DENGAN SIKAP BI

Bank Nasional Dihadang Di Negeri Jiran

Ekonomi-Bisnis | Minggu, 09 Desember 2012 - 21:40 WIB

JKARTA (RP) - Bank asal Indonesia hingga kini masih kesulitan memasuki negara jiran (tetangga) seperti Malaysia dan Singapura. Ironisnya, ATM bank asing justru beredar di pelosok Tanah Air.

Kalangan perbankan nasio­nal kecewa dengan langkah Bank Indonesia (BI) yang terkesan memberi kelonggaran terhadap bank asing. Padahal, bank-bank asal Indonesia sulit ‘bergerak’ ka­rena dibatasi oleh aturan bank sentral negara setempat. Mereka mendesak azas resiprokal (kese­taraan) segera diterapkan pada industri perbankan.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Per­banas) Sigit Pramono mengata­kan, kalangan perbankan nasio­nal menyesal dengan sikap letoy BI dalam merapkan azas resi­pro­kal (azas kesetaraan).

“Hal itulah yang disesalkan kalangan bankir nasional. Kita harus menerapkan azas resipro­kal,” ujarnya di Jakarta, kemarin.

Komisaris Independen PT Bank Central Asia Tbk (BCA) ini mengaku, imbauan tersebut su­dah berulang-ulang disampai­kan para bankir. Namun, hal itu tidak pernah direspons dengan cepat oleh BI. “BI terke­san tidak tegas. Akibatnya, hing­ga kini bank asing tetap be­bas melakukan eks­pansi di Indo­nesia,” keluhnya.

Direktur Utama Bank Man­diri Zulkifli Zaini juga mengaku pri­hatin dengan lambannya pene­rapan azas kesetaraan antar bank teru­tama di negara-negara ASEAN (organisasi negara-negara Asia Tenggara). Perban­kan di kawasan ASEAN belum mengedepankan prinsip saling menguntungkan (mutual bene­fit) karena tidak menerapkan azas resiprokal.

“Hingga kini belum ada kese­taraan. Bank-bank asal sebagian negara ASEAN seperti Singa­pu­ra, Malaysia bisa dengan mu­dah masuk ke Indonesia, tapi seba­lik­nya bank-bank Indonesia sulit masuk ke sana,” ujarnya.

Zulkifli menuturkan, azas ke­se­taraan seharusnya menjadi sa­lah satu faktor utama yang di­tuntut perbankan Indonesia agar siap menghadapi Economic Asean Economic Community (AEC) 2015.

“Secara prinsip per­bankan In­donesia terutama bank-bank ska­la besar sangat siap ber­saing de­ngan perbankan asing, dengan catatan mampu mengem­bangkan strategi bisnis, sumber daya ma­nusia dan permodalan,” katanya.

Namun, menurut Zul, masalah yang dihadapi saat ini masih ada semacam aturan di Singapura dan Malaysia yang menutup rapat-rapat masuknya bank-bank asal Indonesia. Padahal, prinsip da­lam pembentukan AEC salah satunya equitable economic development, yaitu kesetaraan dalam pengem­bangan ekonomi di masing-ma­sing anggotanya.

“Hal itu perlu diluruskan. Ja­ngan hanya pintu Indonesia yang terbuka bagi bank-bank asing, sementara pintu negara tetangga tertutup bagi bank-bank dari Indonesia,” tegas Zul.

Zul mengungkapkan, saat ini bank asing sangat mudah mem­­buka cabang di Indonesia. Se­ba­liknya Singapura maupun Ma­lay­sia membatasi bahkan me­nutup diri.

“Di Singapura hanya satu kan­tor cabang Man­diri. Se­men­tara di Malaysia Man­diri be­lum diizin­kan membuka ca­bang. Ka­laupun ada hanya ter­dapat enam tempat remittance, yaitu tempat pengiriman uang bagi para TKI,” ungkapnya.

Di Bandara Singapura Changi Airport maupun di pusat kera­maian Orchard, jangan harap ada dijumpai ATM Bank Mandiri. Sebaliknya di Jakarta dan bahkan di sejumlah lokasi dengan mudah menemukan ATM milik bank-bank asal Malaysia dan Singa­pura.

“Karena itu, perbankan Indo­nesia harus menjadi tuan rumah di dalam negeri sendiri. Dengan me­nguasai pasar domes­tik, maka perbankan Indonesia juga akan mampu bersaing de­ngan bank-bank asing,” tandas Zul.

Tapi, BI membantah jika letoy menghadang merajalelanya bank asing. Gubernur BI Darmin Na­sution berjanji segera menerbit­kan aturan kesetaraan bagi bank asing dan milik asing agar bank-bank nasional yang beroperasi di negara lain mendapatkan perla­kuan setara.

Saat ini, BI sudah menyiapkan langkah-langkah untuk posisi ta­war (bargaining) dengan se­jum­lah negara yang menerapkan atur­an super ketat bagi ekspansi bank-bank Indonesia.

Ekonom EC-Think Indonesia Iman Sugema mengungkapkan, DPR perlu memasukkan asas re­siprokal dalam UU Perban­kan, dan menjadikan penerapan asas tersebut sebagai tugas BI. Pasalnya, sejauh ini tidak ada ke­wajiban dari BI untuk mene­rap­kan asas kesetaraan. (rmol/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook