JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Penyelenggaraan uang elektronik diperketat. Itu dilakukan seiring dengan aturan baru yang diterbitkan Bank Indonesia (BI). Aturan yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 20/6/PBI/2018 tersebut berlaku sejak diundangkan pada 4 Mei 2018.
Ada banyak poin yang dibahas dalam aturan itu. Di antaranya, batas saldo atau dana floating dalam uang elektronik yang tidak teregistrasi (unregistered) bertambah. Yakni, dari Rp1 juta menjadi Rp2 juta.
”Kami tambahkan poin ini karena sekarang penggunaan kartu uang elektronik di tol semakin banyak. Kalau ada truk jalan dari Jakarta ke Semarang, bolak-balik bayar tol, bolak-balik isi ulang kan repot,” kata Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko, Senin (7/5).
Selain itu, dana floating uang elektronik yang diterbitkan bank umum kelompok usaha (BUKU) IV harus ditempatkan di kas bank itu sendiri. Minimal 30 persen dari total dana floating. Sisanya, maksimal 70 persen, harus ditempatkan di surat berharga naegara (SBN) jangka pendek atau di rekening BI.
Sementara itu, untuk uang elektronik dari bank non-BUKU IV atau lembaga selain bank, 30 persen dananya wajib ditempatkan di giro BUKU IV. Sebanyak 70 persen sisanya juga wajib ditempatkan di BI ataupun SBN jangka pendek. Jika dari penempatan dana floating di SBN menghasilkan return, itu adalah insentif untuk penerbit uang elektronik tersebut. ”Ini juga sebagai upaya pendalaman pasar keuangan,” jelas Onny.
BI juga membatasi kepemilikan saham investor asing pada perusahaan penerbit uang elektronik. Maksimal sebesar 49 persen. Sedangkan untuk investor lokal, minimal 51 persen. Itu dilakukan untuk meningkatkan daya saing industri uang elektronik dan peran pelaku domestik dalam jasa sistem pembayaran.
Namun, untuk perusahaan penerbit uang elektronik yang sudah beroperasi, BI tidak akan meminta mereka menerapkan aturan tersebut. Catatannya, selama tidak ada aksi korporasi yang menyebabkan perubahan komposisi pemegang saham.
Jika ada pengalihan kepemilikan saham atau transaksi jual beli saham, baru investor asing itu harus memenuhi ketentuan kepemilikan maksimal 49 persen. ”Misalnya, 80 persen saham perusahaan itu dimiliki pemegang saham asing. Kami izinkan dia tetap berjalan selama tidak ada aksi korporasi,’’ ujar Onny.
Dia menambahkan, ada dua model uang elektronik, yaitu close loop dan open loop. Open loop adalah uang elektronik yang digunakan di berbagai tempat dan tujuan seperti kartu uang elektronik terbitan bank yang umum dijual saat ini.
Adapun untuk model close loop, uang elektronik itu hanya berfungsi di usahanya sendiri. Contohnya, kartu uang elektronik dari Starbucks dan XXI. ”BI mengecualikan izin uang elektronik pada close loop yang dana floating-nya di bawah Rp1 miliar, tapi mereka harus tetap lapor ke BI,” ucap Onny.
Selain itu, jumlah modal disetor penyelenggara uang elektronik minimal Rp3 miliar saat pertama mengajukan izin. Apabila floating fund Rp3 miliar-Rp5 miliar, modal disetor ditetapkan sebesar Rp6 miliar. Jika floating fund naik menjadi Rp5 miliar-Rp9 miliar, modal disetor sebesar Rp10 miliar. Serta, jika floating fund lebih dari Rp9 miliar, modal disetor Rp10 miliar ditambah 3 persen dari floating fund. (rin/c7/fal/jpg)