Laporan JPNN, Jakarta
Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah menyiapkan langkah besar untuk merestrukturisasi tumpukan kredit macet yang menggunung. Selangkah lagi, bank-bank pelat merah bisa menghapus tagih (hair cut) tunggakan kredit sebesar Rp10.000.000.000.000 (Rp10 triliun, red) yang membebani neraca perseroan.
Ketua Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) yang juga Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI), Gatot M Suwondo mengatakan, keputusan untuk melakukan hair cut sudah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) empat bank BUMN. “Totalnya Rp10,03 triliun dari kredit macet Rp70 triliun,” ujarnya saat paparan di Komisi XI DPR, Senin (8/4).
Sebagaimana diketahui, September 2012 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan terkait uji materi Pasal 4, Pasal 8, dan Pasal 12 ayat (1) UU No 49 Tahun 1960 tentang PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara). MK berpendapat BUMN merupakan badan usaha yang memiliki kekayaan terpisah dari keuangan negara. Karena itu, kewenangan pengurusan kekayaan, usaha, termasuk penyelesaian utang-piutang BUMN tunduk pada UU No 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).
Sebelum adanya putusan tersebut, manajemen bank BUMN tidak berani melakukan restrukturisasi kredit macet melalui hapus tagih karena bisa dituntut merugikan keuangan negara dan dipenjara. Akibatnya, bank BUMN tidak leluasa melakukan restrukturisasi kredit sebagaimana bank-bank swasta.
Gatot mengatakan, meski sudah mendapat lampu hijau untuk melakukan hapus tagih, namun bank BUMN tetap memberlakukan syarat ketat sesuai dengan standard operation procedure (SOP) yang sudah disusun dan disepakati. Misalnya, hapus tagih bisa dilakukan untuk kredit yang sudah dihapus buku (write off) lebih dari lima tahun. “Kalau hapus bukunya belum sampai lima tahun, tidak bisa,” katanya.
Sebagai gambaran, dalam tahap restrukturisasi, kredit macet yang sudah bertahun-tahun tidak terbayar akan masuk ke dalam tahap hapus buku. Pada tahap ini, kredit macet akan dihapus dari pembukuan bank, namun tetap ditagih. Tapi, jika selama proses itu tidak ada kemajuan, baru masuk tahap hapus tagih.
Bank BUMN mana yang memiliki kredit macet terbesar? Urutan pertama ditempati Bank Mandiri. Direktur Treasury, Financial Institution and Special Asset Management Bank Mandiri, Royke Tumilaar mengatakan, saat ini Bank Mandiri memiliki kredit macet sebesar Rp32,75 triliun dari 478.605 debitur. Sebagian merupakan limpahan dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sejak krisis moneter 1998. “Dari jumlah itu, plafon hapus tagih yang disetujui sebesar Rp4,9 triliun,” ujarnya.
Posisi kedua adalah BNI dengan total kredit macet Rp22 triliun. Dari jumlah tersebut, plafon hapus tagihnya mencapai Rp4,6 triliun. Posisi ketiga adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan kredit macet Rp14,5 triliun.
Direktur Kepatuhan BRI, Lenni Sugihat mengatakan, sebenarnya total kredit macet BRI hingga akhir 2012 lalu mencapai Rp24,66 triliun. Namun dari jumlah tersebut, Rp14,53 triliun di antaranya sudah dilakukan pemulihan. Dari kredit macet tersisa, plafon hapus tagih mencapai Rp426,46 miliar. “Sebagian besar yang akan dihapus tagih adalah kredit macet yang debiturnya terkena bencana alam,” jelasnya.
Terakhir, Bank Tabungan Negara (BTN) mencatat kredit macet sebesar Rp743,5 miliar dari 51.999 debitur. Direktur Utama BTN Maryono mengatakan, dari jumlah tersebut, plafon hapus tagih disetujui sebesar Rp115 miliar. “Sesuai spesifikasi BTN, ini semua terkait kredit perumahan, tidak ada yang terkait BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, red),” ucapnya.
Namun, upaya hapus tagih ini rupanya belum mendapat lampu hijau dari DPR. Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azhar Aziz mengatakan, meski sudah ada putusan MK terkait status piutang negara pada bank BUMN, DPR masih akan mendalaminya dalam Rancangan Undang-Undang Piutang Negara yang kini sedang dibahas. “Jadi, kami tunggu dulu hasil pembahasan RUU ini,” ujarnya. (owi/kim/sar)