PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Indonesia saat ini menjadi pasar konstruksi terbesar di kawasan Asia Tenggara dengan nilai total 267 miliar dolar AS. Nilai-nilai yang sangat besar juga tecermin dari program percepatan pembangunan infrastruktur yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo kurun waktu 2015-2019 sebesar Rp5.400 triliun.
Dana itu akan dialokasikan untuk pembangunan waduk, jaringan irigasi, konektivitas antar wilayah, jalan nasional baru, peningkatan jalan arteri, jalan tol, dan penyediaan air minum serta infrastruktur lainnya.
“Terkait hal itu kita mendapatkan tantangan dengan dunia jasa konstruksi kita yang saat ini masih terjadi disharmoni antara pelaku jasa konstruksi. Rendahnya daya saing badan usaha jasa konstruksi, rendahnya mutu konstruksi, keterbatasan informasi konstruksi, rendahnya tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat, masih tingginya angka kecelakan kerja dan rendahnya efisiensi dan produktivitas dalam penyelenggaraan konstruksi,” kata Direktur Bina Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yang diwakili Ir Ati Nurzamiati Hazar Zubir MT, Senin (7/12).
Ati Nurzamiati hadir di Pekanbaru untuk membuka kegiatan Sosialisasi UU nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran, dan ASEAN Mutual Recognation of Arrangement (MRA) on Architectural and Engineering Service hasil kerja sama antara Kementerian PU Pera dengan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Provinsi Riau (LPJK) dan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) wilayah Riau.
Tantangan itu, kata Ati Nurzamiati, sangat terkait dengan pemberlakuan masyarakat ekonomI ASEAN (MEA) yang tidak lebih dari satu bulan lagi. Para pelaku jasa konstruksi di Indonesia harus terus dipersiapkan agar tidak kalah bersaing dengan pelaku dari negara lain yang memandang Indonesia sebagai pasar bisnis konstruksi yang menggiurkan.
Dalam pencapaian kualitas itu, pihaknya memiliki program strategis untuk mewujudkan peningkatan 125 badan usaha jasa konstruksi ke klasifikasi besar B2.(fas)