PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Rencana pemerintah menurunkan sejumlah tarif listrik non subsidi sangat dinanti dunia usaha dan industri. Tidak ketinggalan, para pengusaha di bidang jasa dan perdagangan yang tergabung dalam Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Riau. Selain listrik, PHRI Riau juga berharap, tahun depan adanya kebijakan populis dari pemerintah untuk penurunan harga bahan bakar subsidi untuk industrisolar. Harapan ini disampaikan Ketua PHRI Riau Ondi Sukmara di sela-sela sebuah kegiatan dengan Pemerintah Kota Pekanbaru baru-baru ini. Ondi menyebutkan, salah satu pengeluaran terbesar usaha jasa akomodasi dan restoran adalah energy cost. Dalam hal ini dia menyebutnya sebagai pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk ongkos listrik dan terkadang juga solar.
‘’Kami sangat berharap sekali, ada pengurangan cost energy yang merupakan bagian penting dari usaha jasa akomodasi. Pada malam hari itu, lampu memang seharusnya terus hidup, tidak bisa alasan penghematan dimatikan. Walaupun tidak ada yang menginap, lampu mesti dihidupkan, ini konsekuensi dari komitmen untuk keindahan kota di malam hari. Tidak kalah penting itu solar, ini kalau sudah tiba masa listrik padam, biayanya bisa sangat mahal karena solar,’’ sebut Ondi.
Ondi menyebutkan, dunia usaha jasa akomodasi dan restoran sepanjang 2015 babak belur. Terutama jasa akomodasi yang selama ini perhotelan yang menghadapi tantangan berat ketidakbijakan efisiensi anggaran oleh pemerintah. Dari akhir tahun sebelumnya hingga Mei 2015, penurunan pendapatan perhotelah turun hingga 30 persen. Edaran ini, kata Ondi, baru berakhir setelah keluar moratorium pencabutan larangan pembatasan menggelar kegiatan di hotel oleh lembaga pemerintah atau PNS.
Baru menikmati bulan madu Mei, Juni dan Juli, pada Agustus 2015 masa kabut asap datang lebih awal. Okupansi hotel turun drastis mencapai titik terendah sejak 2011. Kondisi asap ini bertahan hingga tiga bulan ke depan dan baru benar-benar berakhir pada akhir November. Isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di usaha hotel pun merebak, karena pendapatan perhotelan terjun bebas. ‘’Okupansi di bawah 30 persen itu hotel rugi, itu habis biaya buat listrik dan gaji karyawan saja. Kalau mau sehat itu minimal okupansi 60 persen kalau tidak ada pendapat dari yang lain. Tapi kami sudah berkomitmen dan menghimbau anggota PHRI Riau, tidak ada namanya PHK. Namun ini tidak tahan lama, kami menunggu kebijakan yang berpihak pada dunia usaha,’’ tutup Ondi.(end)