Meski Tipis-tipis, Waspadai Kenaikan Harga Beras

Ekonomi-Bisnis | Senin, 07 Oktober 2019 - 20:45 WIB

Meski Tipis-tipis, Waspadai Kenaikan Harga Beras

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Upaya antisipasi gejolak harga beras di akhir tahun perlu terus dilakukan. Dalam beberapa bulan belakangan, harga beras terus naik lantaran dipicu beberapa hal. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengatakan, selama ini pergerakan harga sebagai parameter ketersediaan beras di pasar perlu dipantau untuk menjaga daya beli masyarakat.

“Faktor yang paling memengaruhi kenaikan harga beras adalah kekeringan yang melanda sebagian besar wilayah penghasil beras di Indonesia yang terjadi hingga saat ini,” ujar dia, Minggu (6/10).


Kekeringan mengakibatkan naiknya harga gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) yang berimbas pada kenaikan harga beras di tingkat konsumen. Per September 2019, harga GKP di tingkat petani tercatat Rp 4.905 per kilogram.

Berdasar data BPS, jumlah itu meningkat 3,07 persen dari bulan sebelumnya Rp 4.759 per kilogram. Hal yang sama terjadi pada GKG yang naik menjadi Rp 5.392 dari yang sebelumnya Rp 5.309. Dengan demikian, upaya antisipasi perlu terus dilakukan untuk menjaga ketersediaan beras di pasar.

“Bulog juga perlu berinovasi agar proses serapan berasnya bisa berjalan lancar dan memenuhi target. Walaupun hal ini agak sulit karena Bulog terkendala HPP dan terkena imbas dari kekeringan yang terjadi,” urai Galuh.

Walaupun kenaikan yang terjadi terbilang tipis, itu sudah berlangsung selama lima bulan terakhir. Dikhawatirkan akan terus berlanjut hingga akhir tahun.

Di sisi lain, Kementerian Perdagangan akan memberlakukan kebijakan minyak goreng (migor) wajib kemas mulai 2020. Penjualan minyak goreng curah dilarang di pasaran. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan Benny Sutrisno mengatakan, kebijakan tersebut dapat menguntungkan konsumen dari segi kesehatan.

Sebab, minyak goreng yang dijual akan melalui pengujian dan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan.

“Kalau dikemas memang harus melalui BPOM, Kemenkes, fortifikasi vitamin A juga harus dibahas,” terangnya. Selain itu, kebijakan tersebut dapat menguntungkan konsumen dari segi kepastian takaran jual.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook