JAKARTA (RP) - Pihak Mabes Polri tak mau disalahkan dalam penangkapan Kompol Novel Baswedan. Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol Sutarman membantah tudingan bahwa Polri sengaja melakukan kriminilisasi terhadap penyidik KPK itu.
’’Tolong diluruskan, kalau tidak ada kasusnya, lalu dibuat seolah ada tindakan kriminal, itu baru disebut kriminilisasi. Kalau ini, lain, jelas ada tindak pidana,’’ ujar Sutarman kepada wartawan di Mabes Polri, Sabtu (6/10). Mimik muka Sutarman yang mengenakan baju putih itu tampak serius dan dingin.
’’Kami dengan KPK itu mitra. Polri mengirim penyidik-penyidik terbaiknya untuk KPK. Jadi, bagaimana mungkin kami disebut melemahkan KPK?’’ kata mantan ajudan Presiden Gus Dur itu. Dalam kasus Novel Baswedan, lanjut Sutarman, ada penyidikan yang sudah berjalan.
’’Kasusnya, penganiayaan terhadap pencuri sarang burung walet. Ada korban yang meninggal dunia. Jadi ini nanti bisa dibuktikan di pengadilan,’’ kata Sutarman. Walaupun terjadi pada 2004, kasus itu belum dinyatakan selesai. ’’Ada fakta baru. Setelah korban dioperasi, masih ada peluru yang melekat di betis kirinya,’’ tambahnya.
Dari peluru itulah keterlibatan Novel dibongkar. Sebab, menurut Sutarman, hasil uji balistik menyebutkan bahwa peluru itu cocok dengan senjata Novel. ’’Karena itu, akan kami periksa yang bersangkutan,’’ katanya.
Penjelasan Sutarman itu menggarisbawahi penjelasan tim penangkap Novel dari Polda Bengkulu di Mabes Polri Sabtu dini hari pukul 02.00 (6/10).
Saat itu semua petugas Humas Polri melakukan piket siaga darurat. Mereka merekam dan memonitor suasana demo dan jumpa pers pimpinan KPK yang baru berakhir pukul 01.30.
Sesaat setelah jumpa pers pimpinan KPK selesai, Kadivhumas Irjen Pol Suhardi Alius dan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bengkulu Kombespol Dedy Iriyanto menerangkan kronologi penangkapan. Malam itu (Jumat malam hingga Sabtu dini hari kemarin) semua penyidik Polda Bengkulu menginap di mes PTIK Kebayoran Baru. Dedy mengatakan tak sempat berganti baju saat tampil lagi mendampingi Sutarman 6 jam setelahnya. ’’Ini tugas, tidak sempat (ganti baju),’’ kata perwira kelahiran Slawi, Jawa Tengah, itu.
Polri menilai kasus dugaan pelanggaran berat yang mengakibatkan seorang tersangka pencuri sarang burung walet tewas di bawah kepemimpinan Kompol Novel Baswedan di Bengkulu belum kedaluwarsa. ’’Yang pasti, kasus itu belum kedaluwarsa,’’ tandas Dedy.
Dia menambahkan, pengusutan kasus dugaan penganiayaan setelah delapan tahun itu dilakukan karena adanya dorongan dari masyarakat. Dedy menegaskan, dugaan penganiayaan yang dilakukan Kompol Novel merupakan pidana murni. Bukan dugaan pelanggaran kode etik anggota kepolisian. ’’Itu kriminal murni,’’ katanya.
Menurut Dedi, Novel akan dijerat dengan pasal 351 ayat 1 dan 2 KUHP tentang penganiayaan berat. Dia juga membantah pernyataan pihak KPK bahwa Polri tidak menyertakan nomor dalam surat perintah penangkapan Novel. ’’Ini suratnya,’’ katanya sambil menunjukkan surat perintah. Di kepala surat tersebut tercantum logo Polri dan nomor surat SP.KAP/136/X/2012/DIT RESKRIMUM. Surat tersebut juga menyebutkan bahwa penyidik akan menahan tersangka Novel Baswedan.
Dua orang korban atas nama Erwansyah Siregar dan Dedi Mulyadi menjadi pelapor tindakan pidana umum tersebut pada 1 Oktober 2012. ’’Yang terpaksa dipotong tulangnya ini Erwan, itu pelurunya masih lengket,’’ katanya sembari menunjukkan fotocopy gambar tulang di sebuah kertas HVS.
Bagaimana jika Novel tetap menolak diperiksa? Sutarman menyatakan, pihaknya akan melakukan upaya paksa. ’’Siapa pun itu boleh ditangkap, di mana saja. Tanpa diberi tahu dulu pun boleh,’’ ujarnya.
Karena Novel berstatus sebagai penyidik KPK, Polda Bengkulu meminta izin pimpinan KPK. ’’Jadi, kami ini sudah memenuhi etika koordinasi di antara penegak hukum,’’ katanya.
Dalam waktu dekat, Sutarman akan menemui salah seorang pimpinan KPK Busyro Muqoddas. ’’Kami akan ketemu, teman lama,’’ katanya menolak kapan dan di mana lokasi pertemuannya. (sof/rdl/c4/nw)